rakyat pemaklum, bangsa pemaaf tanpa tekanan
Fakta finansial gap pada anggaran
biaya politik, menjadikan parpol melirik bantuan investor politik. Tak
terkecuali investor politik dari negara paling bersahabat. Sejarah dan lebih
parah, bisa cetak ulang kembali, jika pejawat presiden masih bernafsu maju lagi.
Siap-siap jadi negara bagian atau provinsi kesekian dari negara pemodal.
Selama masih ada pihak doyan kursi konstitusi lewat
lelang daripada pesta demokrasi. Patokan moral politik, lihat siapa kolega
santainya. Simak pihak mana saja yang ada maunya, ada pamrih di balik gaya ujar
injih-injih, inggih-inggih ora kepanggih. Merasa merakyat jika sadar lebur
bareng nongkrong nangkring pakai celana
pendek atau di bawah lutut. Kaos butut pembagian kampanye. Modal korek api,
mengurangi rokok teman agar cepat habis.
Tradisi belajar politik langsung praktik secara
tradisional. Berguru tidak ke satu guru. Semakin merasa berilmu, tampak di
bahasa tubuh, lekukan roman muka di wajah yang berubah drastis jika lapar. Ilmu
padi muncul jika sua kawan partai negara asing. Ketertundukan kepala plus
badan, karena rasa hormat. Gaya berbasis daya ilmu kondom, tegak gagah perkasa
saat jumpa masyarakat politik kelas papan bawah, akar rumput, tapak tanah, wong
cilik.
Rakyat tak tertarik dengan rumus politik, rumus
bernegara, “siapa saja bisa menjadi apa saja”. Rakyat paham dengan sikap diam,
lebih mencermati sejatinya siapa yang sedang jadi apa. Elit lokal saja bisa
menjadi penjajajah atas bangsa sendiri. Interaksi antara penguasa dengan
pengusaha menjadi satu paket. Koalisi partai politik kian menyiratkan
kepentingan pihak tertentu. Sudah tampak praktik politik yang mulai
meninggalkan plus menanggalkan sila-sila dasar negara.
Menjadi warga negara kelas desa atau sebutan setara,
semaksud. Ketika desa ada dananya. Aturan main desa berdasarkan UU plus
kelengkapan produk hukum yang mengatur langkah kehidupan. Ingat rumusan
berbangsa, bernegara: “desa mawa cara, negara mawa tata”. Adab bermasyarakat, berbangsa,
bernegara di negara Pancasila. sudah dibakukan, dibukukan, dibekukan bahwasanya
murni terbetuk 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara. Otomatis, praktik bermasyarakat
tak perlu pilar. Sebagai dasar terjadinya kehidupan interaksi antar manusia. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar