Halaman

Sabtu, 06 Agustus 2022

betapa laku umat Islam di mata menag 2016

betapa laku umat Islam di mata menag 2016

 

Pesatnya teknologi komunikasi informasi menggerus interaksi sosial yang selama ini jadi ruang kompromi untuk meredam benturan kebudayaan. Forum musyawarah tergantikan oleh chatting dan telekonferensi yang seringkali gagal fokus, lalu gagal paham. Kerja bakti tergantikan kesibukan kerja individual di kantor virtual. Persahabatan luntur karena tangan tak lagi saling menjabat, berganti jemari yang menari di atas laptop. Dan, ketrampilan menulis jadi tumpul karena kertas surat sudah dipangkas pesan pendek dari ponsel.


Saat ini, apa pun agama dan kepercayaan kita, pada akhirnya kita semua berada dalam posisi yang sama: menjadi “umat digital”. Ekspresi beragama telah berevolusi. Kaum muslim kini bertasbih gawai, mendaras ayat Quran digital, fikihnya adalah Kanjeng Google, rajin mengikuti majlis Al-Fesbukiyah, berceramah lewat Twitter, bermuhasabah di Instagram, dan berguru pada Youtube.


Media massa dan media sosial, yang masih amat longgar regulasinya, seolah arena pertarungan bebas sekaligus panggung drama yang gratis. Pembunuhan karakter, perampokan karya cipta, perundungan, bercampur aduk dengan penipuan dan pertunjukan. Tuntunan jadi tontonan, dan tontonan jadi tuntunan. Terjadilah distorsi informasi, glorifikasi pesan, dan kesemrawutan konten. Akibatnya, orang tak sempat mengunyah kabar yang matang. Informasi agama ditelan mentah-mentah dari internet sehingga rentan tersesat, jadi penghujat, dan gagal memaknai jihad.

(3 alinea cuplikan dari Pidato Kebudayaan Menag: Kedewasaan Beragama dan Masalah-Masalah Kemanusian Masa Kini”.  Sabtu, 12 November 2016 08:54 WIB. Sumber: https://kemenag.go.id/read/pidato-kebudayaan-menag-kedewasaan-beragama-dan-masalah-masalah-kemanusian-masa-kini-yg0vo)

 . . . . . [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar