Halaman

Rabu, 17 Agustus 2022

diinjak-injak bangsa sendiri, méntal témpé berketurunan

diinjak-injak bangsa sendiri, méntal témpé berketurunan 

Tak pandang jenis bulu kuduk. Penduduk sesuai e-KTP, masyarakat berdasarkan teritorial, warga negara menurut status hukum, rakyat menurut domisili diwajibkan mempunyai sertifikat halal berbahasa tulis maupun berbahasa lisan. Bahwa sesungguhnya, akibat daripada penggunaan bahasa, peribahasa, kebahasaan, budi bahasa secara bebas aktif dan terkendali.

Tiap komponen bangsa merasa berhak untuk mengatur, mengurus, mengelola bangsa lewat gemulai ujung jari tangan atau goyangan lidah tak bertulang. Sesama “kedelai” lokal saja saling adu téga, saling libas demi bayang-bayang masa lalu.

Ujaran orasi bebas kebangsaan, kenegaraan BK zaman Orde Lama, menandaskan asas lugas bahwa Indonesia bukan bangsa témpé. Kendati sejarah, proses ilmiah untuk menjadi témpé, bahan baku utama mengalami tindakan diinjak-injak kaki bangsa sendiri. Bahkan sikile wong ndeso. Atau minimal perlakuan berbasis tenaga fisik di tempat kejadian.

Pelaku, pemain politik, petugas partai sudah tidak bisa membedakan mana kanan, mana kiri. Semakin berkubang dengan lumpur kekuasaan, tidak pandang gender, semakin tidak bisa membedakan mana atas, mana bawah. Semakin berpesta di atas penderitaan rakyat, kawanan parpolis penyelenggara negera semakin gemar berfoya-foya di atas bangkai demokrasi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar