gusti Allah ora saré vs agama wahyu
Bagaimana suku bangsa Jawa memahami agama Islam, bisa tersurat plus tersirat pada peribahasa gusti Allah ora saré. Niatan bahasa adalah Tuhan Allah tidak tidur. Yakin diri bahwa Tuhan ada di mana-mana tidak terikat tempat dan tergantung waktu. Menyaksikan apa yang terjadi di dunia plus perilaku manusia. Tersirat didalamnya akan ada sanksi atau pembalasan bagi orang yang melanggar perintah-Nya. Paribasan ini bukti refleksi, pandangan hidup luhur yang khas Jawa.
Bagaimana juga wong Jawa menjalankan agama Islam beririsan dengan adat istiadat, budaya, kearifan, tepo sliro, guyub, rukun dan asas tapak tanah. Tidak ada kaitan maupun ikatan dengan sebutan Islam nusantara. Merasa agama Islam sebagai agama langit. Agama yang diwahyukan oleh gusti Allah kepada kanjeng nabi Muhammad SAW. Umat Islam saat itu memulai kehidupan dari nol berdasarkan akhlak Islam. Sebagai makhluk sosial, ikhwal moral suku bangsa (suku Quraisy adalah suku yang mendapat kehormatan untuk memelihara Ka'bah) yang memang sesuai tuntunan dan ajaran Islam, tetap berlanjut.
Bagaimana lainnya, umat Islam yang
njawani sangat bersyukur bisa membaca kalimat wahyu. Kendati waktu memahami
surat dan atau ayat Al Quran dan hadist, dengan bahasa ajaran budi pekerti atau
filosofi, falsafah bahasa Jawa. Macam peribahasa dalam bahasa Jawa di sub judul.
Tidak merasa sebagai agama impor model jagung pangan dan atau jagung pakan. Bahkan
ada azan dengan suara langgam, aksen Jawa. Ingat tradisi rawatan dan ruwatan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar