Tak Terasa, Azab Dunia
Menggerus dan Menggerogoti Jiwa Kita
Kata pembuka, pemanasan yang disampaikan ustad pada acara majelis tholabul
ilmi, majelis mencari ilmu bakda subuh setiap sabtu dan ahad di masjid tempat
tinggal kami, ternyata malah menarik dan mejadi sumber inspirasi.
Singkat riwayat, ada seorang murid bertanya kepada ustadnya yang juga
ulama. Mengapa sang murid telah merasa berbuat dosa, tampaknya Allah
membiarkannya. Tidak menimpakan azab, bencana atau musibah kepadanya. Sang
ustad dengan derajat keilmuannya, tidak memberi jawaban to the point.
Jika sang murid masih tetap menjalankan perintah-Nya, yang sekaligus juga
melanggar perintah-Nya, coba renungi kembali. Sholat subuh masih bisa
dikerjakan, bahkan seolah tetap di awal waktu. Namun terasa seolah berat,
menjadi beban. Yang semula dirasakan lancar, ringan dan sebagai sesuatu yang
ditunggu. Kini, menjadi kebalikannya. Itulah azab dari Allah, jelas sang guru.
Sang murid memahami arah dan makna jawabab sang guru.
Memaknai Azab
Wajar, jika selama ini kita menganggap azab sebagai hukuman dari Allah atas
segala pelanggaran yang telah kita lakukan. Itupun akan kita terima di
pengadilan Allah, di akhirat nantinya. Bencana yang terjadi, seolah ditimpakan
Allah kepada suatu kaum atau suatu tempat, tidak bersifat individual atau keluarga.
Kata ‘azab’ banyak dijelaskan di surat maupun ayat di Al-Qur’an, menandakan
bahwa untuk urusan dunia maupun urusan akhirat kita tidak boleh sembarangan
bertindak.
Jika seseorang telah berusaha, berupaya bahkan berikhtiar habis-habisan,
namun hasilnya cuma capai, lelah, payah. Kita sikapi sebagai bahwa nasib belum
memihak kita. Masih jauh dari diri kita. Yang menjadi musuh bersama umat
manusia adalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Siasat yang dipakai
tidak serta menyatukan umat. Antar individu menjadi pesaing untuk meraih suskes
duniawi.
Segala pikir, tindak dan ucap kita, bukannya tanpa dampak, tidak ada efek,
bebas dari penilaian Yang Maha Mencipta. Al-Qur’an menjelaskan bahwa pembalasan
itu sesuai dengan perbuatan bukan menurut angan-angan. Sebagimana yang tersurat dalam terjemahan pada [QS An Nisaa’ (4) : 123] : “(Pahala
dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan
tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak
mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.”
Tak sadar,
kita acap berbuat jahat terhadap diri sendiri. Menzalimi diri sendiri. Fungsi kejahatan
karena secara rutinitas harian menjadi hal yang lumrah. Semua orang melakukan
dengan tenang hati. Menjadi kebiasaan dan menu harian umat manusia. Merasa bersalah,
merasa berdosa yang diikuti dengan bertaubat serta niat tak akan mengulang
kesalahan dan dosa yang sama.
Mengelola Peka Diri
Azab dunia,
azab ringan mungkin sudah menyapa kita. Kita bersyukur, jika hati kecil kita
masih peka. Semacam ada daya yang selalu mengingatkan diri kita. Prosesi
evaluasi diri tadi seperti yang tersurat dalam terjemahan [QS Al Hasyr (59) : 18]
: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan."
Karena hari esok bukan
milik kita dan kita tidak tahu apakah masih bisa menikmati matahari besok pagi.
Justru waktu sekarang sebagai peluang untuk mempersiapkan diri, mencari bekal
menuju hari esok (akhirat).
Jangan biarkan diri
semakin terjerumus, terjebak ke dalam perbuatan yang melenakan, yang mengundang
azab yang menghinakan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar