Halaman

Sabtu, 05 November 2016

Tak Terasa, Azab Dunia Menggerus dan Menggerogoti Jiwa Kita



Tak Terasa, Azab Dunia Menggerus dan Menggerogoti Jiwa Kita

Kata pembuka, pemanasan yang disampaikan ustad pada acara majelis tholabul ilmi, majelis mencari ilmu bakda subuh setiap sabtu dan ahad di masjid tempat tinggal kami, ternyata malah menarik dan mejadi sumber inspirasi.  

Singkat riwayat, ada seorang murid bertanya kepada ustadnya yang juga ulama. Mengapa sang murid telah merasa berbuat dosa, tampaknya Allah membiarkannya. Tidak menimpakan azab, bencana atau musibah kepadanya. Sang ustad dengan derajat keilmuannya, tidak memberi jawaban to the point.

Jika sang murid masih tetap menjalankan perintah-Nya, yang sekaligus juga melanggar perintah-Nya, coba renungi kembali. Sholat subuh masih bisa dikerjakan, bahkan seolah tetap di awal waktu. Namun terasa seolah berat, menjadi beban. Yang semula dirasakan lancar, ringan dan sebagai sesuatu yang ditunggu. Kini, menjadi kebalikannya. Itulah azab dari Allah, jelas sang guru. Sang murid memahami arah dan makna jawabab sang guru.

Memaknai Azab
Wajar, jika selama ini kita menganggap azab sebagai hukuman dari Allah atas segala pelanggaran yang telah kita lakukan. Itupun akan kita terima di pengadilan Allah, di akhirat nantinya. Bencana yang terjadi, seolah ditimpakan Allah kepada suatu kaum atau suatu tempat, tidak bersifat individual atau keluarga. Kata ‘azab’ banyak dijelaskan di surat maupun ayat di Al-Qur’an, menandakan bahwa untuk urusan dunia maupun urusan akhirat kita tidak boleh sembarangan bertindak.

Jika seseorang telah berusaha, berupaya bahkan berikhtiar habis-habisan, namun hasilnya cuma capai, lelah, payah. Kita sikapi sebagai bahwa nasib belum memihak kita. Masih jauh dari diri kita. Yang menjadi musuh bersama umat manusia adalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Siasat yang dipakai tidak serta menyatukan umat. Antar individu menjadi pesaing untuk meraih suskes duniawi.

Segala pikir, tindak dan ucap kita, bukannya tanpa dampak, tidak ada efek, bebas dari penilaian Yang Maha Mencipta. Al-Qur’an menjelaskan bahwa pembalasan itu sesuai dengan perbuatan bukan menurut angan-angan. Sebagimana yang tersurat dalam terjemahan pada [QS An Nisaa’ (4) : 123] : (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.”

Tak sadar, kita acap berbuat jahat terhadap diri sendiri. Menzalimi diri sendiri. Fungsi kejahatan karena secara rutinitas harian menjadi hal yang lumrah. Semua orang melakukan dengan tenang hati. Menjadi kebiasaan dan menu harian umat manusia. Merasa bersalah, merasa berdosa yang diikuti dengan bertaubat serta niat tak akan mengulang kesalahan dan dosa yang sama.

Mengelola Peka Diri
Azab dunia, azab ringan mungkin sudah menyapa kita. Kita bersyukur, jika hati kecil kita masih peka. Semacam ada daya yang selalu mengingatkan diri kita. Prosesi evaluasi diri tadi seperti yang tersurat dalam terjemahan [QS Al Hasyr (59) : 18] : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Karena hari esok bukan milik kita dan kita tidak tahu apakah masih bisa menikmati matahari besok pagi. Justru waktu sekarang sebagai peluang untuk mempersiapkan diri, mencari bekal menuju hari esok (akhirat).

Jangan biarkan diri semakin terjerumus, terjebak ke dalam perbuatan yang melenakan, yang mengundang azab yang menghinakan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar