perbedaan sebagai faktor penentu
daya sinérgi antar anak bangsa
Kendati jenggot nyaris terbakar habis, bangsa ini tetap adem-ayem. Malah tampil
genit, kenes, menjual isak pengharu rasa, bagaikan merasakan sisa kehidupan di
bawah bayang-bayang kemalangan hidup. Orang kaya Indonesia sukses karena mampu
melanjutkan tradisi produktif keluarganya. SBY kurang mencermati fakta bahwasanya
mewariskan ilmu politik ke anak cucu, tidak bisa disiasati secara akal, logika
dan nalar.
Agar tetap eksis dalam kehidupan ini, banyak anak bangsa mampu beradaptasi
dengan lingkungan. Mampu membawakan diri. Pandai-pandai memilih dan memilah
kawan, sebagai batu loncatan. Tak kurang yang lihai ikut arus peradaban tetapi
tidak terseret dan terbawa arus. Sisanya, cukup bangga jadi tukang keplok d
berbagai acara, atraksi, adegan dan agenda bergengsi.
Menyatu dengan lingkungan, beradaptasi, melakukan gerakan pembauran secara
masal, sebagai langkah jitu masuk ke basis pertahanan lawan. namun, masih ada
anak bangsa menganggap lawan politik sebagai musuh bebuyutan. Musnahkan sampai
cindil abangnya. Ini yang mejadikan ideologi berlari di tempat.
Menang karena jumlah, sudah bukan zamannya lagi. Demokrasi keroyokan masih
subur di Nusantara. Kepentingan bersama ditentukan oleh siapa yang sedang
berkuasa. Jadi, siapapun yang pegang kendali, akan menentukan nasib pihak yang
lebih banyak.
Ingat ki dalang Sobopawon, yang selalu nyinyir
menyindir diri sendiri. Opo tumon.
[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar