Halaman

Senin, 28 November 2016

efek domino pekerja partai, perpanjangan tangan dan pelaksana "demokrasi"-nya pdip



efek domino pekerja partai, perpanjangan tangan dan pelaksana "demokrasi"-nya pdip

Tengah periode 2014-2019, tahun ketiga, tepatnya 20 Oktober 2016 – 20 Oktober 2017, praktik Joko Widodo sebagai presiden dan JK sebagai wakil presiden, secara tayangan grafik bisa dibaca bagaimana garis keberuntungannya. Apakah mencapai titik jenuh, titik ktitis, atau masih mampu tancap gas. Bablas sendirian, seperti anak dara lepas dari pingitan.

Kalau ada adegan tancep kayon, wayang gunungan ditancapkan oleh ki dalang, bersifat filosofis ideologis ala Jawa maupun mistis politis versi kamus politik. Ada yang mengatakan seperti akan ada adegan peralihan, atau babak selanjutnya, atau bisa juga wayang bubar tanpa pesan dan kesan. Jangan sampai pagelaran tutup buku sebelum jatuh tempo. Jangan sampai terjadi makar, kudeta secara inkonstitusional oleh anggota wayang.

Sebelum tancep kayon, apakah ada adegan jogedan kayon yang dilengkapi narasi politik, karena melambangkan kemelut politik, huru-hara politik, gonjang-ganjing politik, ontrang-ontrang politik. Jangan lupa sejarah, ‘Demokrasi’ pada pdip, merupakan dampak penyederhanaan partai politik di zaman Orde Baru. ‘D’ pada pdip merupakan penyederhanaan N atau nasional pada PNI yang dibidani oleh Sukarno. Artinya, pdip merupakan turunan atau keturunan dari PNI.

Yang sudah ada dan masih ada, kemungkinan berlanjut secara biologi adalah ‘keturunan’. Kalau yang belum ada adalah ‘keturutan’. Jelasnya, apakah cita-cita pdip sudah ‘keturutan’. Cita-cita pdip analog dengan cita-cita oknum ketua umumnya. Apa arti atau bahkan makna dari kata dalam bahasa Jawa : ‘keturutan’. Dalam kamus politik, sudah menjadi kebijakan partai yang harus dilaksanakan secara total oleh anggotanya.

Setiap manusia selalu mendapatkan amanah, kepercayaan publik maupun SK dari langit, sejak nabi Adam diciptakan oleh Allah. Setiap individu, pribadi, perorangan, person mendapatkan amanah sebagai pemimpin. Konsekuensi logisnya, manusia harus mampu memampukan dirinya untuk merajai diri sendiri (jagad cilik) dalam hubungan dengan ciptaan lain (jagad gede), untuk memayu hayuning bawana. Paribasan perenungan 'memayu hayuning bawana' secara utuh merupakan falsafah, tujuan dan landasan hidup manusia di bumi.

Terjemahan secara harfiah atau literal ke bahasa Indonesia menjadi 'membuat ayu bumi yang diciptakan oleh Allah, memang sudah dalam keadaan ayu'. Manusia acap lupa diri, bahwa manusia memiliki darma dalam kehidupan untuk menjaga keselarasan, keserasian serta keharmonisan interaksi antara jagad gedhe (alam raya) dengan jagad cilik (wadhag individual).

Untuk mampu mengemban amanah bahwa setiap manusia adalah pemimpin, bukan karena atribut, simbol dunianya, tetapi karena faktor akhlak. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar