Siaga 2511, Skenario Kontra Skenario
Posisi pemerintah menghadapi
aksi dan gerakan rakyat, secara konstitusional tetap di atas angin. Apa guna
wakil rakyat. Bahkan di tingkat kabupaten/kota sudah ada wakil rakyatnya. Pergerakkan
rakyat, unjuk rasa dan unjuk raga dari berbagai daerah yang masuk ke ibukota
negara, tidak bisa dipandang sebelah mata.
Memaknai 411, respon dan
skenario pemerintah sudah semakin mengerucut dengan pola mengulur tali
layang-layang. Pemerintah bermain aman, cantik dan tidak perlu berkeringat. Tidak
salah kalau ada persepsi, bahwa pemerintah tidak merangkul rakyat. Lebih sibuk
mencari alat pemukul. Atau menggalang kekuatan umat yang masih tunggu angin
baik, yang tidak ikut di 411.
Pemerintah masih
mengantongi berbagai jurus ampuh menghadapi rencana aksi damai jumat, 25
Nopember 2016 (2511). Di zaman Orde Baru, pemerintah dengan mudah mengeluarkan
stigma anti kemapanan, gerakan disintegrasi kepada pihak yang berseberangan. Taji
partai politik sudah ditumpulkan dengan penyederhanaan jumlah partai.
Di era Refomasi, pemerintah
sudah berpengalaman mengeluarkan stigma terorisme, gerakal radikal, Islam garis
keras, serta sebutan lainnya. Jadi, jam terbang melaksanakan konspirasi
internasional sudah menjadikan NKRI sebagai negara terpandang di bidang
keamanan dalam negeri. Nilai tambah, bagaimana pihak yang menang dalam pesta
demokrasi 2014 memberlakukan lawan politiknya.
Aksi damai 2511 tidak
hanya karena ada tema atau isu yang menjadi alat pemersatu umat, justru sikap
pemerintah terhadap 411 bisa memacu dan memicu komponen rakyat, elemen rakyat
untuk ikut turun ke jalan. Misal, niat pekerja/buruh berpartisipasi, galang
aksi solidaritas di 2511, sebagai bentuk geliat rakyat.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar