Halaman

Minggu, 27 November 2016

karena kambing hitam lupa berkaca



karena kambing hitam lupa berkaca

Visioner anak bangsa Nusantara sebagai ikhwal penerawangan mampu menembus batas waktu dan sekat ruang. Diperkuat dengan pemanfaatan berbagai ragam produk teknologi informasi dan komunikasi.

Tak terkecuali di kubangan syahwat politik yang berdaya magis sangat memikat. Menghadapi pilihan hidup, berprofesi, bermatapencaharian atau berdidikasi sebagai penguasa atau pengusaha. Kedua pilihan ini ada perbedaan yang hakiki. Bukan sekedar proses dan tahapan perjuangan, atau syarat dasarnya. Bahkan hubungan kepancasilaan antar pilihan ini saling menentukan.

Praktiknya, melalui jalur politik seseorang bisa jadi penguasa secara de jure, secara konstitusional. De facto, di negara berkemajuan, dimana aspirasi rakyat masih membutuhkan perantara, ternyata pelaku politik sudah memposisikan diri. Terbukti betapa seorang kepala negara hanya dianggap sebagai petugas partai.

Sejaran Indonesia menyuratkan dan menyiratkan peran pengusaha dalam menentukan jalannya roda pemerintahan. Secara alami, kalangan pengusaha seolah menjadi hak milik etnis tertentu. Indonesia tak bisa lepas dari penjajahan, khususnya berupa perampasan kekayaan alam secara terang-benderang, menerus dan nyaris tanpa sentuhan hukum.

Pihak mana saja jika sudah terjebak kubangan syahwat politik, dipastikan sudah rela diri, ikhlas menggadaikan hati nuraninya. Yang seharusnya bertindak menjadikan bangsa ini aman dan nyaman, malah praktik sebaliknya. Mulai pamer prestasi sampai tindak ucap yang memancing, memacu dan memicu keonaran.

Jadi bukan sekedar “asal bapak senang”, tetapi ada skenario, konspirasi, target visi yang melebihi kapasitas diri, yang melampaui harga diri.

Apakah, akankah bangsa ini sedang dalam proses sakratul maut. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar