karena kambing hitam lupa berkaca
Visioner anak bangsa Nusantara sebagai ikhwal penerawangan mampu menembus
batas waktu dan sekat ruang. Diperkuat dengan pemanfaatan berbagai ragam produk
teknologi informasi dan komunikasi.
Tak terkecuali di kubangan syahwat politik yang berdaya magis sangat
memikat. Menghadapi pilihan hidup, berprofesi, bermatapencaharian atau
berdidikasi sebagai penguasa atau pengusaha. Kedua pilihan ini ada perbedaan
yang hakiki. Bukan sekedar proses dan tahapan perjuangan, atau syarat dasarnya.
Bahkan hubungan kepancasilaan antar pilihan ini saling menentukan.
Praktiknya, melalui jalur politik seseorang bisa jadi penguasa secara de jure, secara konstitusional. De facto, di negara berkemajuan, dimana
aspirasi rakyat masih membutuhkan perantara, ternyata pelaku politik sudah
memposisikan diri. Terbukti betapa seorang kepala negara hanya dianggap sebagai
petugas partai.
Sejaran Indonesia menyuratkan dan menyiratkan peran pengusaha dalam
menentukan jalannya roda pemerintahan. Secara alami, kalangan pengusaha seolah
menjadi hak milik etnis tertentu. Indonesia tak bisa lepas dari penjajahan,
khususnya berupa perampasan kekayaan alam secara terang-benderang, menerus dan
nyaris tanpa sentuhan hukum.
Pihak mana saja jika sudah terjebak kubangan syahwat politik, dipastikan
sudah rela diri, ikhlas menggadaikan hati nuraninya. Yang seharusnya bertindak
menjadikan bangsa ini aman dan nyaman, malah praktik sebaliknya. Mulai pamer
prestasi sampai tindak ucap yang memancing, memacu dan memicu keonaran.
Jadi bukan sekedar “asal bapak senang”, tetapi ada skenario, konspirasi,
target visi yang melebihi kapasitas diri, yang melampaui harga diri.
Apakah, akankah bangsa ini sedang dalam proses sakratul maut. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar