generasi digital (dikit-dikit gatal, gatal koq cuma sedikit)
Indonesia merupakan
negara kepulauan dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa. Dengan jumlah
penduduk yang telah menggunakan internet melampaui angka 50% dari total
penduduk, menjadikan Indonesia sebagai raksasa teknologi digital Asia yang
sedang tertidur. Sebanyak 92,8 juta penduduk Indonesia mengakses internet
melalui perangkat bergerak dan 17,7 juta orang mengakses internet dari rumah
sedangkan 14,9 juta orang sisanya mengakses internet dari kantor. Perangkat
yang digunakan untuk mengakses internet pun beragam, sebanyak 63,1 juta orang
menggunakan smartphone, dan 67,2 juta orang menggunakan komputer dan smartphone
sedangkan 2,2 juta orang menggunakan komputer untuk mengakses internet.
Bila kita lihat dari data di atas,
dapat disimpulkan bahwa mulai ada pergeseran cara yang digunakan oleh penduduk
Indonesia pada khususnya dalam mengakses internet. Pengguna smartphone di
Indonesia bertumbuh dengan pesat. Lembaga riset digital marketing Emarketer
memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih
dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara
dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India,
dan Amerika. (sumber : http://dispenda.jabarprov.go.id/2016/10/31/internet-untuk-indonesia-digital/)
Ujar Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) yang berkantor
pusat di Jenewa, Swiss, karena kualitas
kesehatan dan harapan hidup rata-rata manusia di seluruh dunia, maka perlu
ditetapkan kriteria baru yang membagi kehidupan manusia ke dalam 5 kelompok
usia sebagai berikut :
0 – 17 tahun : Anak-anak
di bawah umur
18 – 65 tahun : Pemuda
66 – 79 tahun : Setengah baya
80 – 99 tahun
: Orang tua
100 tahun ke atas :
Orang tua berusia panjang
Kita simak berita utuh, saya cuplik dari http://lifestyle.liputan6.com/read/2647362/
survei-buktikan-pns-sudah-melek-teknologi-informasi, Liputan6 09 Nov 2016, 10:45 WIB dengan judul :
Survei Buktikan PNS Sudah Melek Teknologi Informasi
Banyak PNS mengandalkan smartphone
untuk berbagai kebutuhan pribadi sekaligus menjadi piranti kerja.
Liputan6.com, Jakarta Persinggungan pegawai negeri atau
aparatur sipil negara dengan teknologi informasi digital adalah suatu
keniscayaan dan tak terhindarkan. Contoh sederhananya banyak PNS mengandalkan
smartphone untuk berbagai kebutuhan pribadi sekaligus menjadi piranti
kerja.
Mengakses media sosial seperti
Facebook, Twitter maupun Whatsapp adalah cara mudah mereka mengomunikasikan
pekerjaan dan memudahkan koordinasi pekerjaan. Tak sedikit kalangan aparatur
negara memanfaatkan grup Whatsapp. Seorang pimpinan, misalnya bisa
memerintahkan bawahan atau stafnya dari manapun mereka berada melalui aplikasi
itu. Sedangkan, bawahannya bisa melaporkan hasi pekerjaannya menggunakan
fasilitas yang sama.
Fenomena makin maraknya penggunaan
gadget di kalangan PNS juga turut membantu meningkatkan pemahaman teknologi
digital. Akselerasi literasi digital juga semakin tinggi dengan adanya
penggunaan gadget dalam mengakses informasi. Apalagi secara nasional,
Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan segenap jajaran pemerintahan pusat
hingga daerah menerapkan aplikasi e-Government. Yaitu, sebuah sistem
digital yang memudahkan proses administrasi pemerintahan.
Nah, seiring panggilan zaman itu
pula Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) tak mau ketinggalan mendorong
seluruh anggotanya di tanah air untuk move on dari komunikasi manual ke
digital, dengan memanfaatkan berbagai media online dan media sosial.
Korpri yang lahir berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971, pada tanggal 29 November 2016 akan
memasuki ulang tahunnya yang ke-45. Di bawah kepengurusan baru, Korpri
melakukan berbagai terobosan untuk menyejahterakan anggota serta memfasilitasi
kemudahan hidup anggotanya.
Bentuk konkret terobosan tersebut
adalah ditandanganinya kerja sama Dewan Pengurus Korpri Nasional (DPKN) dengan
PT Global Oase Indonesia (GO Indonesia), pada tanggal 17 Agustus 2016. Melalui
kerja sama itu Korpri bakal diboyong ke era digital, ekonomi kreatif, dan era
teknologi informasi dengan membangun platform digital toko online
Korpri untuk memutar roda organisasi.
"Ini menandai era digitalisasi
komunikasi dan layanan kepada anggota Korpri mencakup tiga fokus, yakni media
center, digital asset dan toko online," kata Ketua Umum DPKN Zudan Arif
Farulloh.
Sebagai langkah awal untuk
membiasakan anggota Korpri pada platform e-commerce, GO Indonesia
menggelar survei perilaku anggota Korpri terhadap toko online.
Menurut Direktur GO
Indonesia, Boyke Yanuar, riset ini merupakan upaya untuk mengukur persepsi
dan perilaku anggota Korpri di seluruh Indonesia dalam berinteraksi dengan online
shop. "Riset ini dapat dijadikan referensi awal dalam pengambilan
berbagai keputusan perancangan toko online Korpri sebagai online shop
resmi bagi seluruh anggotanya di Indonesia," kata Boyke.
Boyke menjelaskan analisa perilaku
anggota Korpri terdiri dari: Profil sosial ekonomi anggota, tingkat sebaran
anggota yang menggunakan smartphone, intensitas penggunaan sosmed dan
internet, serta identifikasi pengguna internet untuk belanja online.
Survei yang dilakukan Go Indonesia
berdasarkan 1.600 responden dari seluruh Indonesia, dengan penarikan sampel
menggunakan metode multi-stage random sampling. Margine error
lebih kurang 2,45% dan tingkat kepercayaan survei sebesar 95%. Dari jumlah
itu, sebesar 79,56% adalah pegawai negeri pemerintah daerah. Sebesar 43,69% di
antaranya adalah pegawai pemerintah kabupaten/kota.
Hasil survei menunjukkan, setidaknya
72,94% responden pegawai negeri anggota Korpri sudah menggunakan smartphone.
Angka itu menunjukkan pegawai negeri tidak bisa mengelak dari serbuan teknologi
informasi yang masif saat ini. Mereka juga bukan individu yang menggunakan
perangkat tersebut semata-mata hanya memenuhi gaya hidupnya.
Jika disimak dari latar belakang
pendidikan pegawai negeri sekarang, menurut survei itu, sebagian besar atau
91,44% menamatkan pendidikan sarjana dari strata-1 hingga srata-3. Hal tersebut
menunjukkan mereka mudah memahami penggunaan dan mengakses kebutuhannya melalui
perangkat smartphone.
Buktinya adalah jenis materi yang
mereka cari. Survei itu mengungkapkan sebanyak 66% responden menggunakannya
untuk membuka surat elektronik, dan mengakses berita online. Dua
kegiatan tersebut menunjukkan pegawai negeri atau aparatur sipil negara lebih
banyak menggunakan smartphone untuk kegiatan yang relatif serius.
Mereka yang menggunakannya untuk
aktivitas bersenang-senang seperti mengakses facebook ternyata jumlahnya sangat
sedikit. Berdasarkan survei Go Indonesia, besarannya hanya tujuh% dari
responden. Bahkan sebesar 20% responden, menjadikan perangkat teknologi
informasinya itu sebagai sumber pengetahuan. Kelompok responden itu,
memanfaatkan hal tersebut untuk mengakses Google.
Jamak diketahui, Google dikenal
masyarakat sebagai gudang informasi. Kita akan sangat mudah berselancar melalui
mesin pencari Google untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.
Jika menyimak lama waktu mengakses
internet melalui smartphone setiap hari, juga menunjukkan betapa dibutuhkannya
teknologi informasi itu oleh PNS. Survei Go Indonesia menemukan sebesar 71,13%
responden mengakses internet selama 2-3 jam sekali setiap hari. Suatu waktu
yang tidak sebentar untuk memenuhi kebutuhan informasi seseorang.
Bahkan, sebesar 67% responden
mengaku tidak bisa melepaskan diri dari sihir teknologi informasi itu dengan
mengaksesnya selama 3-4 hari dalam seminggu. Survei itu jelas menunjukkan bahwa
pegawai negeri atau aparatur sipil negara sudah sangat melek teknologi
informasi.
DIkutip dari Korpri.id, Kepala
Bagian Humas dan Advokasi Hukum Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Sudarmono S.Sos, mengakui sangat mengandalkan teknologi informasi melalui
ponsel pintarnya, untuk kepentingan pribadi apalagi untuk mendukung
pekerjaannya.
Untuk mengoordinasikan pekerjaan
kepada staf humas yang tengah berada di luar kota misalnya, cukup menggunakan smartphone.
Alat itu juga sangat mampu melakukan diseminasi kebijakan kementerian dengan
cepat dan luas ke seluruh media massa yang dituju.
Semua bisa terjadi dalam hitungan
menit bahkan detik. Akibatnya adalah mempercepat penyelesaian suatu pekerjaan.
Menurut dia, jika dimanfaatkan
secara maksimal teknologi informasi akan mampu memudahkan pegawai negeri
menangani tugasnya. Meski begitu, pegawai itu harus mampu mengontrol
penggunaannya. Diprioritaskan untuk menunjang pekerjaan, bukan mendukung
hal-hal lain yang tidak pantas.
Hal senada diungkapkan Deputi Bidang
Pembinaan Manajemen Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara (BKN) Yulina
Setiawati NN, SH, MM. Secara formal memang belum ada survei literasi
(keterampilan) para pegawai negeri teknologi digital itu. Namun, dia sepakat
tingkat literasi teknologi informasi mereka harus lebih ditingkatkan lagi.
Apalagi, secara kasat mata kuantitas
maupun kualitas SDM di bidang teknologi informasi dan komunikasi pada instansi
pemerintah, terutama di daerah, masih sangat terbatas. Masih banyak pegawai
negeri yang menganggap komputer sebagai piranti untuk mengetik saja.
"Dengan Pendataan Ulang Pegawai
Negeri Sipil secara elektronik atau e-PUPNS, sangat membantu meningkatkan
tingkat literasi tersebut," ujarnya.
Karena itu, Yulina mengajak pegawai
negeri atau aparatur sipil negara mau berubah dengan belajar menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi digital. Keengganan untuk belajar hanya
membuat mereka makin tertinggal, dan itu menjadi ancaman bagi pengembangan
karirnya.
Namun, Yulina sangat bergembira
dengan maraknya penggunaan smartphone di kalangan pegawai negeri akan ikut
membantu meningkatkan pemahaman teknologi digital tersebut.
Yang jelas, kata Yulina, penerapan
teknologi informasi dan komunikasi di pemerintahan melalui e-Government
merupakan keniscayaan. Siap atau tidak siap, pegawai negeri harus menguasainya
agar bisa melayani masyarakat dengan lebih baik. (Adv)
SARAN SAJA
Jadi, andai
teknologi digital dimanfaatkan sesuai dosisnya, menjadi penguat tubuh. Sebaliknya,
jika dikonsumsi melebihi takaran, over dosis, menjadi senjata makan tuan,
menjadi bumerang, menjadi bom waktu. Perubahan drastis dari gaptek menjadi
budak, kacung, jongos, babu teknologi digital.
Wajar saja
jika seorang kakek/nenek karena usia masih masuk kategori ‘pemuda’, getol,
akrab, berjibaku dengan teknologi digital. Biar tidak ketinggalan zaman. Padahal
zaman sudah siaga meninggalkannya. Opo tumon.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar