Halaman

Sabtu, 12 November 2016

generasi digital (dikit-dikit gatal, gatal koq cuma sedikit)



generasi digital (dikit-dikit gatal, gatal koq cuma sedikit)

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang telah menggunakan internet melampaui angka 50% dari total penduduk, menjadikan Indonesia sebagai raksasa teknologi digital Asia yang sedang tertidur. Sebanyak 92,8 juta penduduk Indonesia mengakses internet melalui perangkat bergerak dan 17,7 juta orang mengakses internet dari rumah sedangkan 14,9 juta orang sisanya mengakses internet dari kantor. Perangkat yang digunakan untuk mengakses internet pun beragam, sebanyak 63,1 juta orang menggunakan smartphone, dan 67,2 juta orang menggunakan komputer dan smartphone sedangkan 2,2 juta orang menggunakan komputer untuk mengakses internet.

Bila kita lihat dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa mulai ada pergeseran cara yang digunakan oleh penduduk Indonesia pada khususnya dalam mengakses internet. Pengguna smartphone di Indonesia bertumbuh dengan pesat. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. (sumber : http://dispenda.jabarprov.go.id/2016/10/31/internet-untuk-indonesia-digital/)

Ujar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss,  karena kualitas kesehatan dan harapan hidup rata-rata manusia di seluruh dunia, maka perlu ditetapkan kriteria baru yang membagi kehidupan manusia ke dalam 5 kelompok usia sebagai berikut :
0 – 17 tahun : Anak-anak di bawah umur
18 – 65 tahun : Pemuda
66 – 79 tahun : Setengah baya
80 – 99 tahun : Orang tua
100 tahun ke atas : Orang tua berusia panjang

Kita simak berita utuh, saya cuplik dari http://lifestyle.liputan6.com/read/2647362/ survei-buktikan-pns-sudah-melek-teknologi-informasi, Liputan6 09 Nov 2016, 10:45 WIB dengan judul :

Survei Buktikan PNS Sudah Melek Teknologi Informasi

Banyak PNS mengandalkan smartphone untuk berbagai kebutuhan pribadi sekaligus menjadi piranti kerja.

Liputan6.com, Jakarta Persinggungan pegawai negeri atau aparatur sipil negara dengan teknologi informasi digital adalah suatu keniscayaan dan tak terhindarkan. Contoh sederhananya banyak PNS mengandalkan smartphone untuk berbagai kebutuhan pribadi sekaligus menjadi piranti kerja.

Mengakses media sosial seperti Facebook, Twitter maupun Whatsapp adalah cara mudah mereka mengomunikasikan pekerjaan dan memudahkan koordinasi pekerjaan. Tak sedikit kalangan aparatur negara memanfaatkan grup Whatsapp. Seorang pimpinan, misalnya bisa memerintahkan bawahan atau stafnya dari manapun mereka berada melalui aplikasi itu. Sedangkan, bawahannya bisa melaporkan hasi pekerjaannya menggunakan fasilitas yang sama.

Fenomena makin maraknya penggunaan gadget di kalangan PNS juga turut membantu meningkatkan pemahaman teknologi digital. Akselerasi literasi digital juga semakin tinggi dengan adanya penggunaan gadget dalam mengakses informasi. Apalagi secara nasional, Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan segenap jajaran pemerintahan pusat hingga daerah menerapkan aplikasi e-Government. Yaitu, sebuah sistem digital yang memudahkan proses administrasi pemerintahan.

Nah, seiring panggilan zaman itu pula Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) tak mau ketinggalan mendorong seluruh anggotanya di tanah air untuk move on dari komunikasi manual ke digital, dengan memanfaatkan berbagai media online dan media sosial.

Korpri yang lahir berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971, pada tanggal 29 November 2016 akan memasuki ulang tahunnya yang ke-45. Di bawah kepengurusan baru, Korpri melakukan berbagai terobosan untuk menyejahterakan anggota serta memfasilitasi kemudahan hidup anggotanya.

Bentuk konkret terobosan tersebut adalah ditandanganinya kerja sama Dewan Pengurus Korpri Nasional (DPKN) dengan PT Global Oase Indonesia (GO Indonesia), pada tanggal 17 Agustus 2016. Melalui kerja sama itu Korpri bakal diboyong ke era digital, ekonomi kreatif, dan era teknologi informasi dengan membangun platform digital toko online Korpri untuk memutar roda organisasi.

"Ini menandai era digitalisasi komunikasi dan layanan kepada anggota Korpri mencakup tiga fokus, yakni media center, digital asset dan toko online," kata Ketua Umum DPKN Zudan Arif Farulloh.

Sebagai langkah awal untuk membiasakan anggota Korpri pada platform e-commerce, GO Indonesia menggelar survei perilaku anggota Korpri terhadap toko online.

Menurut Direktur GO Indonesia, Boyke Yanuar, riset ini merupakan upaya untuk mengukur persepsi dan perilaku anggota Korpri di seluruh Indonesia dalam berinteraksi dengan online shop. "Riset ini dapat dijadikan referensi awal dalam pengambilan berbagai keputusan perancangan toko online Korpri sebagai online shop resmi bagi seluruh anggotanya di Indonesia," kata Boyke.

Boyke menjelaskan analisa perilaku anggota Korpri terdiri dari: Profil sosial ekonomi anggota, tingkat sebaran anggota yang menggunakan smartphone, intensitas penggunaan sosmed dan internet, serta identifikasi pengguna internet untuk belanja online.

Survei yang dilakukan Go Indonesia berdasarkan 1.600 responden dari seluruh Indonesia, dengan penarikan sampel menggunakan metode multi-stage random sampling. Margine error lebih kurang 2,45% dan tingkat kepercayaan survei sebesar 95%. Dari jumlah itu, sebesar 79,56% adalah pegawai negeri pemerintah daerah. Sebesar 43,69% di antaranya adalah pegawai pemerintah kabupaten/kota.

Hasil survei menunjukkan, setidaknya 72,94% responden pegawai negeri anggota Korpri sudah menggunakan smartphone. Angka itu menunjukkan pegawai negeri tidak bisa mengelak dari serbuan teknologi informasi yang masif saat ini. Mereka juga bukan individu yang menggunakan perangkat tersebut semata-mata hanya memenuhi gaya hidupnya.

Jika disimak dari latar belakang pendidikan pegawai negeri sekarang, menurut survei itu, sebagian besar atau 91,44% menamatkan pendidikan sarjana dari strata-1 hingga srata-3. Hal tersebut menunjukkan mereka mudah memahami penggunaan dan mengakses kebutuhannya melalui perangkat smartphone.

Buktinya adalah jenis materi yang mereka cari. Survei itu mengungkapkan sebanyak 66% responden menggunakannya untuk membuka surat elektronik, dan mengakses berita online. Dua kegiatan tersebut menunjukkan pegawai negeri atau aparatur sipil negara lebih banyak menggunakan smartphone untuk kegiatan yang relatif serius.

Mereka yang menggunakannya untuk aktivitas bersenang-senang seperti mengakses facebook ternyata jumlahnya sangat sedikit. Berdasarkan survei Go Indonesia, besarannya hanya tujuh% dari responden. Bahkan sebesar 20% responden, menjadikan perangkat teknologi informasinya itu sebagai sumber pengetahuan. Kelompok responden itu, memanfaatkan hal tersebut untuk mengakses Google.

Jamak diketahui, Google dikenal masyarakat sebagai gudang informasi. Kita akan sangat mudah berselancar melalui mesin pencari Google untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.

Jika menyimak lama waktu mengakses internet melalui smartphone setiap hari, juga menunjukkan betapa dibutuhkannya teknologi informasi itu oleh PNS. Survei Go Indonesia menemukan sebesar 71,13% responden mengakses internet selama 2-3 jam sekali setiap hari. Suatu waktu yang tidak sebentar untuk memenuhi kebutuhan informasi seseorang.

Bahkan, sebesar 67% responden mengaku tidak bisa melepaskan diri dari sihir teknologi informasi itu dengan mengaksesnya selama 3-4 hari dalam seminggu. Survei itu jelas menunjukkan bahwa pegawai negeri atau aparatur sipil negara sudah sangat melek teknologi informasi.

DIkutip dari Korpri.id, Kepala Bagian Humas dan Advokasi Hukum Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Sudarmono S.Sos, mengakui sangat mengandalkan teknologi informasi melalui ponsel pintarnya, untuk kepentingan pribadi apalagi untuk mendukung pekerjaannya.

Untuk mengoordinasikan pekerjaan kepada staf humas yang tengah berada di luar kota misalnya, cukup menggunakan smartphone. Alat itu juga sangat mampu melakukan diseminasi kebijakan kementerian dengan cepat dan luas ke seluruh media massa yang dituju.

Semua bisa terjadi dalam hitungan menit bahkan detik. Akibatnya adalah mempercepat penyelesaian suatu pekerjaan.

Menurut dia, jika dimanfaatkan secara maksimal teknologi informasi akan mampu memudahkan pegawai negeri menangani tugasnya. Meski begitu, pegawai itu harus mampu mengontrol penggunaannya. Diprioritaskan untuk menunjang pekerjaan, bukan mendukung hal-hal lain yang tidak pantas.

Hal senada diungkapkan Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara (BKN) Yulina Setiawati NN, SH, MM. Secara formal memang belum ada survei literasi (keterampilan) para pegawai negeri teknologi digital itu. Namun, dia sepakat tingkat literasi teknologi informasi mereka harus lebih ditingkatkan lagi.

Apalagi, secara kasat mata kuantitas maupun kualitas SDM di bidang teknologi informasi dan komunikasi pada instansi pemerintah, terutama di daerah, masih sangat terbatas. Masih banyak pegawai negeri yang menganggap komputer sebagai piranti untuk mengetik saja.

"Dengan Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil secara elektronik atau e-PUPNS, sangat membantu meningkatkan tingkat literasi tersebut," ujarnya.

Karena itu, Yulina mengajak pegawai negeri atau aparatur sipil negara mau berubah dengan belajar menggunakan teknologi informasi dan komunikasi digital. Keengganan untuk belajar hanya membuat mereka makin tertinggal, dan itu menjadi ancaman bagi pengembangan karirnya.

Namun, Yulina sangat bergembira dengan maraknya penggunaan smartphone di kalangan pegawai negeri akan ikut membantu meningkatkan pemahaman teknologi digital tersebut.

Yang jelas, kata Yulina, penerapan teknologi informasi dan komunikasi di pemerintahan melalui e-Government merupakan keniscayaan. Siap atau tidak siap, pegawai negeri harus menguasainya agar bisa melayani masyarakat dengan lebih baik. (Adv)

SARAN SAJA
Jadi, andai teknologi digital dimanfaatkan sesuai dosisnya, menjadi penguat tubuh. Sebaliknya, jika dikonsumsi melebihi takaran, over dosis, menjadi senjata makan tuan, menjadi bumerang, menjadi bom waktu. Perubahan drastis dari gaptek menjadi budak, kacung, jongos, babu teknologi digital. 

Wajar saja jika seorang kakek/nenek karena usia masih masuk kategori ‘pemuda’, getol, akrab, berjibaku dengan teknologi digital. Biar tidak ketinggalan zaman. Padahal zaman sudah siaga meninggalkannya. Opo tumon.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar