Halaman

Senin, 14 November 2016

Memformat Ulang Tri Brata dan Catur Prasetya Polri




Memformat Ulang Tri Brata dan Catur Prasetya Polri
Secara tekstual, bunyi Tri Brata dan Catur Prasetya Polri :
TRI BRATA

KAMI POLISI INDONESIA :

1. BERBAKTI KEPADA NUSA DAN BANGSA DENGAN PENUH KETAQWAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

2. MENJUNJUNG TINGGI KEBENARAN KEADILAN DAN KEMANUSIAAN DALAM MENEGAKKAN HUKUM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR 1945

3. SENANTIASA MELINDUNGI MENGAYOMI DAN MELAYANI MASYARAKAT DENGAN KEIKHLASAN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN


CATUR PRASETYA

SEBAGAI INSAN BHAYANGKARA KEHORMATAN SAYA ADALAH BERKORBAN DEMI MASYARAKAT BANGSA DAN NEGARA UNTUK :

1. MENIADAKAN SEGALA BENTUK GANGGUAN KEAMANAN

2. MENJAGA KESELAMATAN JIWA RAGA HARTA BENDA DAN HAK ASASI MANUSIA

3. MENJAMIN KEPASTIAN BERDASARKAN HUKUM

4. MEMELIHARA PERASAAN TENTERAM DAN DAMAI

Namun, pasang surut perjuangan sang Rastra Sewakottama yang berarti "Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa" ditentukan oleh kebijakan politik pemerintah. Semboyan ini adalah Brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954.

Kontribusi, kiprah dan kinerja Polri juga ditentukan oleh bagaimana memposisikan diri di dalam NKRI. Perseteruan Polri dengan KPK secara berjilid, Buaya vs Cicak, sebagai bukti ketidakmampuan mempraktikkan secara utuh dan nyata prasetya ke-3 dan prasetya ke-4 dari Catur Prasetya. Tindakan Polri terhadap KPK saat itu sebagai melindungi diri dari dua mazhab yang berlaku resmi, yaitu Polri Perut Gendut dan Polri Rekening Gendut.

Kepolisian sebagai bagian dari instansi penegak hukum berwenang menangani tindak pidan korupsi (tipikor). Agar terlaksana, memang perlu mendapatkan dukungan formal, baik dalam hal penguatan sumber daya manusianya maupun dukungan dana operasional.

Ketika Presiden Joko Widodo menunjuk Kepolisian RI sebagai sektor utama Operasi Pemberantasan pungutan liar alias Pungli (OPP), oktober 2016..Kaplori langsung menginstruksikan seluruh kepala polda segera membentuk tim OPP. Tito menjelaskan, Fokus memberantas pungli di setiap instansi pemerintah, termasuk kepolisian. Beberapa target OPP, antara lain pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB). Kapolri menuturkan, kepolisian akan berupaya mewujudkan keinginan presiden Joko Widodo terkait pemberantasan pungli yang masuk dalam program reformasi hukum.

Dengan kata lain, jika tidak dengan sentuhan politik, Polri akan selalu tutup mata dengan operasi senyap Pungli di tubuhnya sendiri. Jangan ditakar, kalau tidak muncul perang dingin antar angkatan alumni akademi polisi bisa memanas, saat Bhayangkara-1 mengambil tindakan internal. Wajar kalau Kaplori merasa berhutang budi kepada presiden. Kondisi ini menyandera Polri unruk menjaga jarak dengan penguasa. Menjadi anak yang manis di mata presiden, polri bisa menjadi alat pemukul penguasa.

Di periode 2014-2019, jabatan kapolri sebagai jabatan politik. Diusulkan oleh presiden. Setelah lulus uji kepatutan dan kelayakan oleh DPR RI, presiden menetapkan dan melantik kapolri. Tradisi antar angkatan alumi akpol, sebagai faktor pertimbangan usulan calon kapolri, tidak berlaku di tangan presiden. Calon kapolri melangkahi angkatan di atasnya, bukan hal pamali, tabu, pantangan. Kebijakan politik, bahasa politik yang menentukan nasib bangsa dan negara.

Menghadapi kasus politik dengan berbagai dampak, efek, eksesnya, arah selera Polri sudah bisa ditebak. Jabatan politik mau tak mau harus melaksanakan pesanan politik. Contoh yang masih hangat, kita masih ingat pola pikir, gaya ucap dan tindak laku gubernur DKI Jakarta yang melakukan penistaan agama. Tentunya polri melakukan tindak keamanan berdasarkan sentuhan politik, daripada “menjamin kepastian berdasarkan hukum”. Apakah masih ada niat baik menyelesaikan kasus penistaan agama, atau sebaliknya.

Pakem atau primbon yang dianut mengatakan dan menyatakan bahwa Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat. Harus jauh dari tindak dan sikap sebagai "penguasa". Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua Negara yang disebut new modern police philosophy"Vigilant Quiescant" (kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram). [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar