daya kritis anak bangsa terhadap ideologi abal-abal
Sejarah membuktikan bahwa daya juang anak bangsa selama ratusan tahun
untuk melawan penjajah Belanda, Jepang dan sekutu sebagai cika bakal, tindak
awal peletakan pondasi bagi terbentuknya NKRI. Mereka berjuang tanpa pamrih.
Tujuan mulianya adalah membuktikan diri tidak sudi dijajah serta sekaligus
membentuk watak bangsa yang merdeka, bebas dari penjajahan, penindasan dan
kungkungan oleh bangsa lain. Di tanah air negeri sendiri.
Pejuang tetap mengabdi tanpa pandang tempat, waktu dan tidak terpengaruh
dampaknya. Rakyat jelata sampai penguasa, petinggi lokal saat itu, angkat
bicara sampai angkat senjata, niat berdaulat di negeri sendiri. Gerakan
berbasis agama Islam, yang tak ingin ada perbudakan suatu negara oleh negara
lain, sekaligus menyiapkan jiwa raga anak bangsa untuk mampu mengatur diri
sendiri. Pekik “merdeka atau mati” memang bukan pilihan, tetapi penyemangat berani
hidup merdeka.
Olah pikir yang digagas dan diwujudkan adalah menyatukan anak bangsa
dalam wadah besar yang sama. Membalik mental sebagai bangsa terjajah menjadi
tuan rumah di negeri sendiri. Merapatkan barisan, persaudaraan, rasa guyub,
ukhuwah untuk tujuan bersama. Tidak merasa paling bisa, paling berjasa.
Pasang surut pemerintah pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, masih banyak
anak bangsa berjuang demi laju bangsa. Tidak memperhitungkan untung rugi. Tidak
pernah terlintas di hati nurani akan adanya balas jasa, balas budi dunia. Tidak
pernah membayangkan akan meraih jabatan di pemerintah dan negara. Bahkan ada
yang bersemboyan “sengsoro, rekoso, mati yo ora opo-opo, kanggo
negoro”.
Anak bangsa melihat betapa Bung Karno mendirikan partai politik bisa
menjadi presiden. Tak salah jika ada anak bangsa yang berpikiran semacam itu.
Mereka hanya melihat satu aspek, benang merah, menarik garis lurus atau
berhitung mundur. Tanpa melihat pasal nilai perjuangan, nilai berkeringat.
Mereka hanay melihat sosok Bung Karno sebagai aktifis, penggiat atau pelaku.
Tanpa melihat betapa daya pikir, olah kata maupun pola tindak yang mampu
menyihir rakyat Indonesia.
Produk daya pikir, olah kata maupun pola tindak bapak bangsa, sebagai
dasar negara, landasan idiil, landasan konstitusional, landasan yuridis atau
sebutan lainnya, berharap NKRI terus utuh, berkemajuan. Mereka sudah memikirkan
langkah awal bangsa dan negara pasca kemerdekaan. Bukan sekedar merebut
kemerdekaan, lalu pesta pora kemenangan. Tidak seperti era Reformasi. Pasca pesta
demokrasi, pesta pora sambut kemenangan.
Banyak pejuang bangsa, tidak memperdulikan ideologi yang mereka yakini.
Jiwa mereka sadar, jika berjuang atas nama ideologi hanya akan membuka ambisi
diri. Mereka tidak merebut kekuasaan secara konstitusional. Pejuang sampai
sekarang pun, tetap memperaturuhkan masa depan demi kekuasaan yang bermanfaat
bagi bangsa dan negara.
Jangan lengah kawan, mantan atau anak cucu kader, aktivis, pegiat,
penggembira, relawan PKI (Partai Komunis Indonesia) masih gentayangan bebas. Ambisi
politik mereka tidak serta serta sirna walau tanpa wadah partai politik. Terlebih
dengan hubungan diplomatik RI dengan negara sumber pemikiran komunis kembali
akrab, harmonis dan berkelanjutan. Gerakan senyap mereka sejalam dengan operasi
para pelaku ekonomi skala regional, bilateral. Dendam anak cucu PKI melebur ke
gerakan ideologi abal-abal. Secara formal mereka punya pelarian atau wadah,
ketika jumlah partai disederhanakan di zaman pak Harto atau era Orde Baru. Pemerintah
saat itu bersama DPR membuat dan
menetapkan UU No 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.
Gerakan
senyap anak cucu PKI sebagai bahaya laten. Mereka bergerak di mana saja, kapan
saja. Terorganisir lewat gerakan atau organisasi tanpa bentuk. Janga heran jika
wajah politik Nusantara dipengaruhi oleh aroma irama dendam politik tanpa
sasaran.
Memangnya orang mendirikan partai politik terinspirasi oleh Bung Karno. Secara
awam, ketika perkumpulan masa dalam prosesnya, akhirnya membutuhkan wadah. Agar
sinerji terbentuk, agar energi tidak terbuang sia-sia. Itupun harus melalui
pergolakan pemikiran yang berliku. Tidak sekedar modal Rp, modal tenar, punya
pamor dan kesohor.[Haen]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar