Halaman

Senin, 07 November 2016

gerakan buka mulut kepala negara vs gerakan tutup mulut kepala BIN



gerakan buka mulut kepala negara vs gerakan tutup mulut kepala BIN

Pasca Aksi Damai Bela Islam, jum’at 4 November 2016, terjadi dinamika anomali politik. Karena sudah jadi rahasia umum, dan juga tak layak diperdebatkan. Tak patut dikupas ala acara TV swasta yang mengundang ahli, pakar, penjilat sekaligus penghujat. Bagi saya cukup mewakilkan dengan judul di atas. Penafsirannya terserah pembaca.

Apakah semua ini sebagai efek domino dari partai politik yang tidak siap menang di pesta demokrasi 2014, atau ada skenario terang-terangan berbasis konspirasi internasional. Ataukah sebagai efek negatif daur ulang konsep berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di periode 2014-2019.

Secara awam, akibat pelaku ekonomi mendapat angin untuk menjadi pelaku, pemain, pekerja, petugas politik. Masuk melalui pilkada gubernur DKI Jakarta 2012-2017. Masa depan bangsa dan negara dijadikan ajang taruhan. Nasib bangsa ditentukan oleh syahwat politik anak bangsa yang tak pernah merasa bahagia. Tak pernah berkeringat. Hanya pandai menengadahkan tangan, mendapat warisan kekuasaan secara gratis dan turun-temurun.

Memang sudah masanya, bahwa kesewenang-wenangan politik sebagai cara konstitusional merebut kekuasaan dengan suara terbanyak, saatnya untuk memetik hasilnya. Pengorbanan rakyat demi tegaknya demokrasi, bukannya membuka mata hati sang penguasa, sang penyelenggara negara. Rakyat hanya dibutuhkan suara hak pilihnya selama lima menit. Sisanya lima tahun minus lima menit menjadi hak mutlak penguasa negara. Tidak bisa diganggu gugat.

Tentunya rakyat tidak menghendaki datangnya azab menimpa bangsa ini. Masih banyak rakyat yang selalu mendo’akan kebaikan bersama. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar