Efek Domino Arus Bebas Tenaga Kerja Asing
ASEAN telah melanjutkan
rencana integrasi ekonominya dengan membuat blueprint Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang ditandatangani
di Singapura pada tahun 2007. Diperlukan waktu 12 tahun bagi ASEAN untuk mewujudkan integrasi ekonomi
antarnegara anggota. MEA sejatinya merupakan pasar tunggal dan basis produksi.
Ada lima komponen utama dalam pembentukan pasar tunggal dan basis produksi ASEAN. Pertama, arus bebas barang.
Kedua, arus bebas jasa. Ketiga, arus bebas investasi. Keempat, arus bebas
modal. Kelima, arus bebas tenaga kerja terampil.
Pekerjaan Rumah (PR)
bangsa dan negara Indonesia untuk menyiapkan tenaga kerja yang dikenal pendidikan dan produktivitasnya termasuk rendah, lebih
rendah dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. PR lain menghadang ketika secara
factual dan aktual Indonesia memperoleh bonus demografi di tahun 2015-2020. Sistem
ekonomi liberal menggariskan bahwa tenaga kerja terampil yang akan menang dalam
persaingan.
Risiko arus bebas tenaga kerja terampil, timbulnya
konflik budaya antarpekerja. Hubungan antarpekerja dari walau sesama ASEAN, tidak otomatis akan harmonis, bila tidak bersifat toleran dan
saling menghargai. Pekerja asing yang tidak mau membaur dengan tenaga kerja
lokal, menjadi sumber konflik. Paling parah bila terjadi konflik kekerasan
antarpekerja dengan didasari sentimen SARA atau kewarganegaraan.
MEA bernafaskan ideologi liberalisme ekonomi, mau tak mau
semua negara anggotanya harus mempraktikkannya. Negara yang menerapkan sistem
pemerintahan non-liberal terpaksa ikut arus. Semua sektor pembangunan harus
terbuka dan persaingan tidak dapat dihindarkan. Semua negara anggota dituntut
untuk menerapkan sistem ekonomi “invisible hand” versi Adam Smith.
Intervensi pemerintah sebagai regulator ditekan seminim mungkin, demi
kelancaran investasi dan perdagangan antarnegara anggota. Setiap negara
mempertaruhkan warga negaranya untuk berjibaku masuk ke dalam ajang kompetisi
antarnegara. Tantangan dari sistem ekonomi liberal, yaitu setiap orang dihargai
atas gagasan, keterampilan dan keberhasilan individual. Pemerintah hanya bisa
bertindak sebagai fasilitator untuk warga negaranya. Setiap individu kini
benar-benar berada dalam posisi sendiri.
Kita masih ingat, periode 2014-2019 pemerintah Jokowi–JK telah
melanjutkan tradisi ikatan moral poltik dengan negara China. Ikhtiar ini
sebagai langkah tindak lanjut kemesraan, menyambung sejarah Bung Karno yang membuka poros
Jakarta–Peking (berakhir tragis di kudeta PKI 30 September 1965). Efek domino
adalah serbuan tenaga kerja asing asal China. Tentunya masih di bawah standar
tenaga kerja terampil ASEAN. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar