Halaman

Jumat, 18 November 2016

Antisipasi 2511, Pembuktian Terbalik Politik Jokowi



Antisipasi 2511, Pembuktian Terbalik Politik Jokowi

Masih ingatkah betapa langkah catur politik Jokowi memaknai Aksi Damai Bela Islam II, jum’at 4 November 2016. Justru pola langkah akal politik Jokowi bisa dianggap sebagai modul.  Indikasinya mudah ditebak dan dilacak arah langkahnya sampai akhir periode 2014-2019. Jokowi sadar betul jika saat ini sedang mati langkah, mati angin atau takut dengan bayang-bayang langkah berikutnya. Terlihat Jokowi sudah mulai merasa terasing di tengah hiruk-pikuk politik lokal.

Semua akibat efek domino ketika pelaku ekonomi mendapat angin untuk menjadi pelaku, pemain, pekerja, petugas politik. Masuk melalui pilkada gubernur DKI Jakarta 2012-2017. Di tengah jalan, Jokowi yang gubernur DKI Jakarta, melirik jabatan kepala negara. Jadilah, masa depan bangsa dan negara dijadikan ajang taruhan. Posisi Jokowi sebagai presiden, terjebak balas jasa politik. Mau tak mau harus menjalankan skenario politik partai pendukungnya. Nasib dan perjalanan hidup bangsa ditentukan oleh syahwat politik anak bangsa yang tak pernah merasa bahagia. Tak pernah berkeringat. Hanya pandai menengadahkan tangan, mendapat warisan kekuasaan secara gratis dan turun-temurun.

Munculnya JK sebagai pendamping Jokowi di pilpres 2014 memunculkan berbagai asumsi politik. Asumsi sederhana dan dirasakan oleh rakyat kebanyakan, jangan-jangan JK malah menjadi beban negara, beban politik Nasional. Ibarat pepatah Jawa : “Kebo gegeden weteng”. Arti bahasanya “kerbau kebesaran perut”. Secara hukum ekonomi, porsi makan sang kerbau jauh di atas rata-rata nasional.

Falsafah kejawen sangat mendominasi pola pikir, gaya ucap/tawa, dan laku tindak Jokowi. Kita tidak tahu dan tidak perlu tahu, apakah Jokowi jika ibarat main catur, akan memerankan atau memainkan dirinya pada posisi raja. Ataukah di papan catur, kedudukan Jokowi bukan sebagai raja. Bukan berarti sebagai pion. Seperti kapan bajaj mau belok, berhenti mendadak, itulah langkah catur Jokowi.

Massa yang akan melakukan aksi damai jumat, 25 Nopember 2016 (2511), tentu tidak mau keluar dari relnya. Dalam arti, masih sesuai dengan cita-cita awal dan sekaligus jangan terjebak skenario politik pemerintah. Jokowi sarat dengan beban politik, khususnya menghadapi pesta demokrasi 2019. Bahwasanya Joko Widodo mengandalkan primbon politiknya. Ada faktor pertimbangan yang menentukan ada hari baik, hari hoki, hari keberuntungan. Langkah politis Jokowi berbasis asas weton atau faktor penentu lainnya.

Langkah politik Jokowi yang memposisikan dirinya sebagai pihak yang dizalimi, dengan mempraktikkan asas pembuktian terbalik. Keuntungannya, kasus bangsa yang harian, yang lebih besar menjadi tersamar, terselubung atau teralihkan secara konstitusional. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar