Halaman

Selasa, 15 November 2016

dikotomi Polri di pusaran politik, ringan tangan vs ringan kepala



dikotomi Polri di pusaran politik, ringan tangan vs ringan kepala

Awam sudah bisa menebak jalan cerita dan akhir cerita perjuangan Polri mengusut kasus penistaan agama yang dilakukan oleh gubernur DKI Jakarta. Caranya sederhana, tidak perlu memakai kajian, pengamatan atau pasal pendukung, cukup dengan melihat bahwa kasus Ahok dimasukkan ke dalam ranah politik. Habis perkara. Paling tidak, Polri sebagai aparat penegak hukum, dengan kemampuan bermanuver akan mampu melakukan tindakan legal, berdasarkan pasal kebijakan hukum, konstitusional apa saja. Laporannya sesuai versi zaman Orde Baru, yaitu ABS (asal bapak senang).

Bermula dari jabatan kapolri sekarang ini, merupakan rekayasa, selera dan citra politik penguasa. Asas senioritas alumni akademi kepolisian tidak menjadi bahan pertimbangan utama presiden. Komjen Tito Karnavian sebagai ca­lon kapolri melalui proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh DPR, 23 Juni 2016, dan dinyatakan ‘lu­lus’. Tanggal 13 Juli 2016, Tito se­ca­ra resmi dilantik sebagai Kapolri oleh Presiden.

Kegesitan, kecekatan, kepiawaian Polri (ringan tangan) polri  serta kemampuan membaca, menyerap serta menterjemahkan pesan politik penguasa (ringan kepala), menjadikan proses pengusutan tidak pakai lama. Atau tunggu pasca pilkada gubernur DKI Jakarta 2017. Aroma irama politik sudah dihayati oleh Kapolri luar dalam. Walhasil, bahasa hukum menjadi tersisih oleh dominasi bahasa politik. Mau apa lagi. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar