Halaman

Senin, 28 November 2016

efek domino pekerja partai, makar pinjam tangan



efek domino pekerja partai, makar pinjam tangan

Peribahasa bahasa Jawa “nabok nyilih tangan”, dengan makna “tumindak ala kanthi kongkonan wong liya”, masih relevan diterapkan pada kondisi sekarang. Terjemahan secara harfiah atau literal ke bahasa Indonesia menjadi “mukul pinjam tangan”. Maknanya tergantung pelakunya.

Di era Reformasi, ketika presiden ke-7 RI didaulat oleh partai politik pengusungnya hanya sebagai petugas partai, semakin membuktikan keberlakuan peribahasa “mukul pinjam tangan”. Ketua umum parpol pengusung Jokowi, sadar betul dan yakin diri, kalau ybs maju pilpres hanya akan mengulang sejarah pilpres 2004 dan pilpres 2009.

Presiden tidak mesti sebagai ketua umum partai. Presiden ke-2 RI piawai menjadikan Golkar sebagai kendaraan politik sekaligus lihai menyederhanakan jumlah partai.

Langkah politik Jokowi tak bisa lepas dari restu dan kebijakan partai. Asas komunikasi, koordinasi, kendali ada di tangan partai pengusung. Minimal, atas hasil konfirmasi dengan penguasa di belakang layar.

Sayangnya, saat Jokowi menyikapi aksi bela Islam, ujaran yang dikeluarkan seperti peribahasa “lempar batu sembunyi tangan”. Bisikan dari BIN yang selayaknya jadi informasi internal, malah diumbar. Celakanya lagi, Kapolri dengan ringan tangan mengatakan ada rencana makar, kudeta. Akhirnya bahasanya diperhalus, bahwa makar ditujukan kepada pendompleng aksi bela Islam. Langkah politik Jokowi semakin tragis binti miris. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar