sadar dan sabar dengan keterbatasan diri
Selama manusia masih
merasa pengemban status statis maupun status dinamis selaku hamba-Nya, maka. Pelaksana aktif segala perintah-Nya sekaligus
menjauhi semua larangan-Nya. Apalah arti diri ini. Bukan sekedar tahu siapa aku.
Saat jidat dan ujung
hidung rata bumi dan merapat ke bumi. Bayangkan saja kawan, kepala yang begitu mulia, “direndahkan” secara
fisik sebagai bukti ketertundukkan umat manusia kepada Yang Maha Pemilik
Kebesaran dan Kemuliaan (Dzul Jalaali Wal Ikraam).
Ikhwal ini berbalas
dengan terangkatnya ambang bawah potensi diri. Hikmah-Nya. Melaksanakan yang sunnah dengan istiqomah, kontinyu-konsisten-konsekuen maka pancaindra
pun akan diangkat.
Serta ucap nasta'iin (minta
pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk
dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga
sendiri. Serta ucap ihdina
(tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan
yang benar. Yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja,
tetapi juga memberi taufik. Pada waktu sholat maupun doa.
Tak ayal lagi, ambang atas potensi
diri akan mampu menembus waktu dan ruang.
Ketika Allah SWT melapangkan nafasku.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar