Halaman

Selasa, 06 Juni 2023

negara dikuasai oleh negara

negara dikuasai oleh negara 

Konon, syarat administrasi jauh lebih mendasar serta yang melekat dalam pengertian “dikuasai oleh negara”, yaitu negara wajib menguasai keempat unsur yang melekat berupa mampu melaksanakan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad).

Fungsi pengaturan (regelendaad) oleh negara dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif). Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui pendayagunaan penguasaan negara atas sumber-sumber kekayaan untuk digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat.

Wajar jika masih mengacu hukum negara Belanda selaku penjajah.

Pemerintah, menurut Pasal 1 angka 12 UU 25/2007 tentang Penanaman Modal adalah “Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahannegara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Artinya, tatkala Pemerintah melakukan tindakan penghentian atau pembatalan hak atas tanah tersebut ia adalah bertindak atas nama negara dalam kualifikasi de jure empirii (pemegang kedaulatan), sehingga apabila keabsahan tindakannya diragukan maka pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negaralah yang mempunyai kompetensi absolut untuk mengadilinya.Karena hubungan antara negara, c.q. Pemerintah, dan penanam modal dalam konteks pemberian dan perpanjangan HGU, HGB, dan Hak Pakai tersebut adalah hubungan antara pemberi izin dan penerima izin, bukan hubungan kontraktual;

Namun ternyata, tindakan negara yang sesungguhnya dilakukan dalam  kualifikasi sebagai de jure empirii tersebut, terutama oleh Pasal 32 Ayat (4) UU 25/2007 tentang Penanaman Modal, akan “diadili” oleh arbitrase internasional. Arbitrase adalah sarana penyelesaian sengketa antarpihak-pihak yang sederajat. Berarti, dengan kata lain, tindakan negara tersebut oleh Pasal 32 Ayat (4) UU 25/2007 tentang Penanaman Modal secara implisit dikualifikasikan sebagai tindakan subjek hukum perdata biasa (de jure gestiones) yang kedudukannya sederajat dengan penanam modal. Seharusnya klausul penyelesaian sengketa melalui arbitrase dicantumkan dalam rumusan kontrak, kasus demi kasus, bukan dalam perumusan undang-undang yang berlaku umum dan bersifat permanen yang justru mempersulit Pemerintah sendiri. Lagi pula, rumusan dalam Pasal 32 Ayat (4) UU 25/2007 tentang Penanaman Modal memperlihatkan indikasi ketidakpercayaan terhadap institusi peradilan di Indonesia yang dilegalisasikan secara permanen oleh pembentuk undang-undang. Hal demikian juga berarti mengurangi makna kedaulatan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945.(sumber dan acuan utama Putusan MKRI Nomor 21-22/PUU-V/2007)

Jadi simak baca dengan seksama. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar