(ke)kerasan démo, sulit dipastikan vs pasti disulitkan
Kata yang punya
kata. Berkat jaminan konstitusi maupun supremasi hukum, sistem multipartai sederhana menjadi suatu tantangan sekaligus peluang dalam membangun
demokrasi.
Bangsa dan
rakyat Indonesia selalu berharap adanya praktek gubah-ubah-rubah, merembes dari
atas sesuai sistem demokrasi. Tak disangka, sistem demokrasi yang laku, laris
manis adalah justru siapa banyak suara, akan menang. Hukum ekonomi mendominasi
akal sehat, logika sistemik, nalar naluriah, daya pikir manusia politik.
Demokrasi yang
beredar di NKRI, katanya demokrasi perwakilan. Bukan demokrasi tanpa perantara.
Memang, untuk melihat seperti apa wujudan demokrasi, kedaulatan rakyat atau
praktek nyata sistem politik, jangan dengan kaca mata moral.
Laku diri di dunia, memang wajar
jika praktek hidup berbangsa dan bernegara tidak paham dalil ‘baik dan benar’.
Terlebih hakikat bagus-baik-benar-betul ditentukan oleh suara mayoritas, aksi paduan aklamasi serta mufakat bulat. Tidak
dapat diganggu gugat.
arogansi biaya
politik vs menikmati kemenangan semu. Politik
nusantara biaya global bukti suratan siratan praktek
konspirasi. skenario makro plus ramah investor. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar