pihak ketiga yang berkepentingan
MK: LSM Termasuk "Pihak Ketiga
yang Berkepentingan" Dapat Ajukan Praperadilan
Selasa, 21 Mei 2013 | 19:32 WIB
Frasa ‘…pihak ketiga yang
berkepentingan…’ yang terdapat dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak
dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau
organisasi kemasyarakatan”. Demikian amar putusan MK bernomor 98/PUU-X/2012
yang dibacakan oleh Ketua MK M. Akil Mochtar dengan didampingi oleh delapan
hakim konstitusi lainnya pada Selasa (21/5).
Dengan putusan ini, saksi korban
atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan adalah
termasuk dalam pengertian "pihak ketiga yang berkepentingan"
sebagaimana diatur dalam Pasal 80 KUHAP yang dapat mengajukan permintaan
pemeriksaan praperadilan tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau
penuntutan.
“Mengabulkan permohonan Pemohon;
frasa ‘pihak ketiga yang berkepentingan’ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan’,’ ucap Akil di Ruang Sidang Pleno MK.
Dijelaskan oleh Hakim Konstitusi
Hamdan Zoelva, bahwa dalam putusan MK Nomor 76/PUU-X/2012 walaupun KUHAP tidak
memberikan interpretasi yang jelas mengenai siapa saja yang dapat dikategorikan
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, namun menurut Mahkamah, yang dimaksud
dengan pihak ketiga yang berkepentingan bukan hanya saksi korban tindak pidana
atau pelapor, tetapi harus juga diinterpretasikan secara luas. Dengan demikian,
interpretasi mengenai pihak ketiga dalam pasal tersebut tidak hanya terbatas
pada saksi korban atau pelapor saja tetapi juga harus mencakup masyarakat luas
yang dalam hal ini bisa diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama yaitu untuk memperjuangkan kepentingan umum (public
interests advocacy) seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi
Masyarakat lainnya karena pada hakikatnya KUHAP adalah instrumen hukum untuk
menegakkan hukum pidana. “Peran serta
masyarakat baik perorangan warga negara ataupun perkumpulan orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum (public
interests advocacy) sangat diperlukan dalam pengawasan penegakan hukum,”
terang Hamdan.
(sumber: https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=8494)
. .
. . .
Jadi . . . [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar