Prostitusi Ideologi Politik, Bukti Anak
Bangsa Takut Miskin
Umat Islam
mempercayai adanya Qada Mu’allaq (adalah takdir yang digantung atau
bersyarat, dalam artian ketentuan tersebut boleh berlaku dan terjadi, dan boleh
juga tidak terjadi pada diri seseorang, bahkan ia bergantung kepada usaha
manusia itu sendiri) yang telah ditegaskan oleh Allah dalam [QS Ar Ra’d (13) : 11] : “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri.”
Perubahan
pertama dan utama yang pernah dibuktikan manusia hanyalah melakukan perubahan
tanpa mengharapkan terjadinya dampak perubahan. Manusia lebih suka terjebak
pada kebiasaan harian. Perubahan secara sadar adalah menikmati dan mengkuti
bergulirnya perjalanan waktu dari skala detik sampai skala tahun.
Perubahan
tidak hanya sebagai kewajiban individu, seperti kesholehan. Walau daya juang
perorangan bisa menjadi pemacu dan pemicu perubahan. Perubahan menjadi wajib
dilaksanakan oleh komunitas, kelompok, kaum, bahkan bangsa serta terasa secara
sistemik, masif dan berkelanjutan.
Singkat kata,
perubahan bangsa yang bisa diukur secara formal adalah pergerakan partai
politik. Perubahan dirasakan dalam skala lima tahunan, khususnya sejak Reformasi 21 Mei 1998. Perubahan politik
jika dinalar dalam tatanan dan tataran logika politik, ternyata sesuai yang
tersurat dan tersirat melalui
firman Allah dalam [QS Al Baqarah (2) : 115] : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Artinya, penggerak perubahan karena manusia
Indonesia memang sudah sesuai ‘dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan’. Boleh dibilang takut miskin, khususnya
takut miskin harta benda. Jangan diartikan tidak takut miskin jiwa. Bisa dikatakan
tidak menjadi takut karena merasa jumlahnya banyak. Ada yang diandalkan sampai
ada yang bisa dikorbankan atau layak dijadikan kambing hitam. Berhala Reformasi
3K
(Kaya,
Kuasa,
Kuat) menjadi panutan atau plat form
mengapa anak bangsa getol mendirikan parpol jelang pesta demokrasi.
Tabiat anak bangsa di industri dan syahwat
politik, sebagai dampak nyata, sebagai dampak timbal balik dari : “setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” (Pasal 38E, ayat (3) UUD RI 1945
perubahan kedua), bahasa jelasnya agar bisa menyalurkan ambisi politiknya dengan ikut pesta demokrasi lima
tahunan.
Politik diterjemahkan
sebagai ikhwal menyelenggarakan negara. Penyelenggara negara, khususnya
pada legislatif dan eksekutif (kepala negara) yang didominasi oleh parpol, maka
dikuatirkan yang akan tersangkut tipikor tak jauh dari orang parpol. Tipikor
masuk ranah hukum, proses hukumnya rawan intimidasi atau kendali yang berbau
politisasi maupun sandera politik. Kasusnya bisa bertele-tele, semakin dikuak
semakin menyeret berbagai pihak.
Aroma irama syahwat politik Indonesia setiap jelang pesta
demokrasi, adakah merupakan perwujudan politik askétis di Indonesia, atau
paling tidak mendekati. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, askétisisme adalah paham yang mempraktikkan kesederhanaan, kejujuran, dan
kerelaan berkorban. Jadi, politik asketis adalah pilihan politik
yang mengedepankan fungsionalitas dengan menjadikan kesederhanaan, kejujuran dan
berkorban jalan hidup.
Khususnya parpol sebagai wadah perjuangan nilai bukan
transaksional-pragmatis. Berdirinya parpol sebagai proses alami akan kebutuhan
wadah untuk mewujudkan cita-cita, mencapai tujuan bersama.
Sesekali kita menyimak berita berjudul : “Motif Prostitusi Bukan Ekonomi, Pemerintah Harus Beri
Efek Jera”.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua
Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengimbau agar pemerintah tidak lepas
tangan menangani masalah darurat prostitusi di Indonesia.
"Pemerintah tidak
boleh lepas tangan karena mereka harus memberikan pembinaan untuk mencegah dan
memberikan efek jera," kata Saleh saat dihubungi ROL,
Senin (11/5).
Jika ada praktik perdagangan/penjualan manusia atau
bahasa jurnalis adalah human trafficking,
diimbangi dengan fakta jual beli organ tubuh manusia serta mitos atau fakta
bahwa tubuh PSK bukan mesin, namun dapat
disimpulkan bahwa ternyata dan nyatanya para pekerja politik takut miskin.
Prostitusi idiologi yang terjadi sudah
melampaui kapasitas dan daya dukung zaman sekarang. Masa depan bangsa sudah
digadaikan, dikapling dalam format dendam politik.
Pemilihan ketua umum parpol yang
melahirkan kubu, loyalis atau dipilih secara aklamasi malah semakin membuktikan
mereka takut miskin. Anggota legislatif yang ikut pilkada, bentuk lain dari
takut miskin [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar