Oase Dibaca :279 kali , 0 komentar
Apa Menu Dosa Kita Di Waktu Luang?
Ditulis : Herwin Nur, 14 Januari 2014
Perjalanan Waktu
Al-Qur’an menyebutkan pandanan waktu di ayat pertama di beberapa surat, seperti : “Demi fajar,” Al Fajr (fajar), “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),” Al Lail (malam), “Demi bintang ketika terbenam.” An Najm (bintang), “Demi waktu matahari sepenggalahan naik,” Ad Dhuhaa (waktu matahari sepenggalan naik), dan “Demi masa”, Al ’Ashr (masa).
Pergantian waktu berdasarkan peredaran matahari, malam dan siang, terjadi terus-menerus, konstan, dan kontinyu. Berjalan detik demi detik, seiring detak jantung dan denyut nadi kita. Waktu tak pernah mengingkari amanahnya, tak kenal mogok, tak mau ngebut.
Ingat Allah
Waktu berjalan secara kontinyu, namun cara memanfatkan waktu dapat dengan melakukan kegiatan secara paralel. Waktu yang telah liwat tidak akan kembali lagi dan tidak dapat diganti. Waktu tidak ada yang sia-sia, hanya bagaimana kita mengelolanya bisa terjadi tindakan yang seolah sia-sia. Bahkan dalam Islam mengajarkan bagaimana cara menyikapi waktu luang, waktu senggang.
Al-Qur’an telah menjelaskan bagaimana cara kita mengisi waktu, diuraikan dalam [QS An Nisaa’ (4) : 103] : “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Kegiatan manusia untuk urusan dunia didominasi dengan posisi berdiri dan duduk. Sambil fokus ke pekerjaan, hati, jiwa, batin, rohani bisa ingat akan adanya Allah, dengan doa, dzikir, maupun shalawat.
Waktu luang bisa menjadi bumerang bagi umat manusia, kita ingat riwayat dari Ibnu Abbas ra berkata, bersabda Rasulullah SAW : “Dua nikmat Allah yang tertipu olehnya kebanyakan manusia : nikmat sehat dan nikmat waktu luang.” (HR Al-Bukhari)
Waktu luang memang nikmat, dalam arti sebagai waktu jeda, dimanfaatkan untuk mengkondisikan diri, mengevaluasi diri, menormalkan detak jantung, mengatur nafas, menghimpun energi baru, mengendapkan emosi, menetralisir hawa nafsu, menyeimbangkan jiwa raga.
Sholat 5 Waktu
Shalat fardhu 5 waktu pada hakekatnya ditentukan dan dilakukan pada waktu pergantian waktu. Awal waktu dan batas akhir shalat terkait posisi matahari. Jadi, waktu luang, terlebih sebagai nikmat, adalah waktu untuk berkomunikasi dengan Allah, untuk lapor diri dan ‘mohon petunjuk’ dari-Nya.
Selain keutamaan shalat di awal waktu, kita mengacu hadits : “Barangsiapa yang shalat isya` berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR Muslim). Kita cermati pula cuplikan :“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh.” (HR. Al-Bukhari dan HR Muslim)
Selama kita tidur malam, seolah hukum Allah tidak berlaku, kita dalam posisi dan kondisi mati sementara. Bangun pagi, minimal jelang azan shubuh, kiat hidup lagi dan siap dengan urusan dunia. Batas waktu sholat isya’ memang cukup lama, bahkan terlama dibanding 4 sholat sebelumnya.
Peluang Dosa
Secara normatif, mengabaikan, melalaikan waktu luang (waktu berkomunikasi dengan Allah), bisa diibaratkan meninggalkan shalat dengan sengaja, ini dosa yang paling parah.
Peluang dosa atau meraih pahala minimalis berikutnya adalah shalat tidak di awal waktu, atau menunda-nunda waktu shalat, atau mencari hal yang meringankan untuk menggabung 2 shalat, atau memakai jurus lupa waktu karena sibuk (Herwin Nur/Wasathon.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar