Halaman

Senin, 25 Mei 2015

kontribusi keluarga besar IPB dalam promosi, sosialisasi dan peningkatan pemuliaan pertanian pangan

KONTRIBUSI KELUARGA BESAR IPB DALAM PROMOSI, SOSIALISASI DAN PENINGKATAN
PEMULIAAN PERTANIAN PANGAN
                                         
oleh : Rathi Nurwigha

ANTARA ILMU DAN AMAL
“Kemana ilmunya?” dan “Kemana amalnya?”  Pertanyaan sederhana, tidak perlu dijawab secara emosi dan berlebihan. Cukup kita cerna sebagai pemacu dan pemicu dalam berfikir dan bertindak. Peran apa saja yang bisa kita lakukan. Khususnya untuk berada di jalan yang benar.

Tidak salah masyarakat menduga kalau Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai sekolah tani. Tak jauh beda dengan Fakultas Pertanian. Lulus jadi petani, punya sawah, punya kerbau. Cuma jadi petani, tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Nasib jadi petani karena turun-temurun, sesuai pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Jumlah petani menyusut, akibat dari tidak ada kaderisasi tani; alih fungsi lahan pertanian/sawah; pertambahan wilayah adminstrasi baru; degradasi kesuburan tanah; sistem irigasi tidak berfungsi optimal, pasokan air yang tidak menentu; harga pupuk dan bibit dimonopoli; harga jual hasil panen tidak sesuai dengan modal.  

Kuliah di fakultas kedokteran, lulus dan buka praktek sebagai dokter, lumrah. Tuntut ilmu di fakultas hukum, bisa jadi jaksa penuntut umum. Lulusan IPB bisa berbuat banyak. Bermodal disiplin ilmu, pengalaman selama kuliah (a.l. ikut lomba peneletian, pendidikan Resimen Mahasiswa, anggota BEM, hidup mandiri bersama saudara kembarku yang bernama Arni Nurwida, dll), uji coba selama PL; diramu dengan bakat, minat dan keahlian; serta berbekal Tri Dharma Perguruan Tinggi alumni IPB dalam kiprahnya atau saat mengamalkan ilmunya “wajib”  untuk berbasis atau tetap fokus pada pertanian.

Kita akui bahwa sistem pendidikan kampus telah mengarahkan para mahasiswa ke arah praktek agribisnis (sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait dengan pertanian yang berorientasi profit) bukannya praktek pertanian yang membuat petaninya berdaulat. Jangan lupa, IPB berkembang menjadi tempat cetak sarjana yang multi disiplin, bahkan ada jurusan yang “tidak berbau” pertanian. Sistem ekonomi syariah, mulai dari tingkat prodi sampai MM Syariah, yang dimaksud. Bahkan matakuliah Sistem Agribisnis dan Agroindustri wajib diikuti oleh setiap peserta MM Syariah-IPB.

PRAKTEK 24 JAM
Dukungan pemerintah dalam pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong, secara operasional dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota, mulai dari  inventarisasi dan identifikasi tanah kosong sampai penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong.

Kondisi ini menyebabkan pola kerja bak pepatah “tangan menjinjing, bahu memikul”. Betul-betul putar otak, peras keringat, banting tulang. Dukungan pemerintah sebagai regulator merupakan angin segar bagi keluarga besar IPB, khususnya alumni IPB, untuk menjadi “petani” secara total, tidak setengah hati, tidak sekedar coba-coba. Tidak berfaham daripada menganggur atau sekedar mengisi waktu.

IRONI NEGARA AGRARIS
Tingkat konsumsi (beras) Indonesia sangat tinggi 130-140 kg per orang per tahun (80% kebutuhan karbohidrat orang Indonesia dipenuhi dari beras dengan pola makan nasi tiga kali sehari) atau dua kalinya negara ASEAN yaitu Thailand, Vietnam, dan Malaysia berkisar 65-70 kg per orang per tahun. Ikhwal ini memaksa Indonesia impor beras, dari Vietnam, Thailand, Cina, India, Pakistan, dan beberapa negara lain. Impor beras 2011 membuat Indonesia menjadi negara pengimpor beras kedua terbesar di dunia setelah Nigeria (bukan negara agraris seperti Indonesia).

Sebagai negara agraris, niat dan kiat utama adalah meningkatkan produk dan kualitas pangan. Kekurangan pangan dalam negeri bukan diandalkan pada pasokan dari manca negara atau impor. Impor dilakukan jika permintaan atau kebutuhan di atas rata-rata, misal jelang hari raya Idul Fitri, tahun baru. Atau terjadi bencana alam nasional, gagal panen, anomali iklim yang tak menentu, musim yang tak bersahabat, terjadi cuaca ekstrem, serangan hama, kelangkaan pupuk, lahan produktif tanaman pangan menyusut serta berbagai kemungkinan yang mempengaruhi produksi.

Di pihak lain, pemerintah ingin agar masyarakat mengubah pola konsumsinya, namun pemerintah tidak meminta masyarakat untuk tidak mengonsumsi beras lagi. Tantangan pemerintah untuk tetap sebagai negara agraris adalah adanya krisis pangan (2007). Kita fahami, pihak yang paling menderita akibat krisis pangan adalah petani, kantong-kantong kelaparan di Indonesia justru di wilayah-wilayah pertanian di desa. Bukannya petani yang diberi akses tanah untuk kedaulatan pangan bangsa, tapi pemerintah memberikan lampu hijau kepada swasta baik dalam negeri dan asing menanamkan modalnya pada usaha pengembangan food estate. Penerapan food estate dalam jangka menengah dengan fokus pengembangan komoditi padi, jagung, kedelai, gula.

TRIO KRISIS MELANDA
UU 17/2007 tentang “RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005–2025” telah mengamanatkan bahwa desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah juga telah mengakibatkan meningkatnya konflik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, baik antarwilayah, antara pusat dan daerah, serta antarpenggunaan. Untuk itu, kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 20 tahun mendatang (s.d tahun 2025) agar Indonesia tidak mengalami krisis sumber daya alam, khususnya krisis air, krisis pangan, dan krisis energi.

 









Gambar 1. Akar masalah dari awal tulisan

Adanya Trio Krisis, serta didukung ilutrasi dalam Gambar 1, penulis memantapkan diri untuk menyelesaikan tulisan sesuai judul.

Ternyata dengan bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup terkontaminasi, kemampuan penyediaan pangan semakin terbatas. Selain itu, praktek pertanian .konvensional mengancam kelestarian sumber daya alam dan keberlanjutan sistem produksi pertanian. Para pelaku pertanian konvensional belum merasa terdesak, atau tepatnya belum punya itikad yang kuat untuk beralih ke usaha pertanian alami, yang be­lakangan lebih sering disebut sebagai usaha pertanian organik. Faktor eksternal lebih mendominasi prosesi alih ke pertanian organik.

PEMULIAAN PERTANIAN PANGAN
Para petani dan para pemulia tanaman telah berhasil memuliakan tanaman padi, jagung, dan tebu, sehingga mempunyai daya hasil tinggi dan memiliki kualitas panen yang lebih baik. Salah satu hak petani adalah pengembangan pemuliaan tanaman pangan untuk mendapatkan benih idaman sesuai selera petani tanpa melanggar UU. Pemuliaan tanaman ( UU 12/1992 tentang “SISTEM BUDIDAYA TANAMAN”) adalah rangkaian kegiatan untuk mempertahankan kemurnian jenis maupun varietas yang sudah ada; atau menghasilkan jenis maupun varietas baru yang lebih baik. Pemuliaan tanaman dilakukan dengan cara persilangan antara 2 atau lebih tetua, teknik mutasi sifat genetis varietas, rekayasa genetika, seleksi, atau cara lain sesuai perkembangan teknologi.  

Kasta petani Indonesia hanya sekadar alat dari industri pertanian, bukan pelaku utama, sebagai obyek terutama karena mengandalkan otot. Perkembangan sejarah, muncul kasta petani berdasi. Petani berdasi adalah segelintir oknum yang dengan eksistensinya mampu menguasai lahan sawah di perdesaan cukup luas, atau tersebar di beberapa lokasi. Mereka ini tidak pernah terjun langsung ke sawah untuk membajak sawahnya, apalagi mencangkul sawah ladangnya. Atau bahkan jarang menengok asetnya yang berupa sawah. Tugas mereka cukup sederhana, yaitu menerima setoran uang tunai atas hasil usahatani padi yang dimilikinya.

Pertanian  Pangan  adalah  usaha  manusia  untuk mengelola  lahan  dan  agroekosistem  dengan  bantuan teknologi, modal,  tenaga  kerja,  dan manajemen  untuk mencapai  kedaulatan  dan  ketahanan  pangan  serta kesejahteraan rakyat.

LANGKAH STRATEGIS
Harga jual barang dibilang mahal, karena biaya promosi tidak murah. Reklame, spanduk, pariwara di media massa butuh biaya yang tidak sedikit. Promosi yang tepat bisa mendongkrak popularitas.
Tetap diharapkan, adanya campur tangan IPB sebagai katalisator, motivator dan dinamisator dalam melaksanakan program pemerintah. Di pihak lain, petani secara aktif dilibatkan dalam proses pemuliaan pertanian pangan.


Kearifan untuk menanam tanaman pangan sesuai musimnya, maupun tanaman tahunan (tumbuhan yang dapat meneruskan kehidupannya setelah bereproduksi atau menyelesaikan siklus hidupnya dalam jangka waktu lebih dari dua tahun, misalnya sukun, sagu). Artinya, banyak alternatif agar panen tetap menerus, terutama untuk mewujudkan keanekaragaman (diversifikasi) pangan. 16 april 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar