KONTRIBUSI KELUARGA BESAR IPB DALAM PROMOSI, SOSIALISASI
DAN PENINGKATAN
PEMULIAAN PERTANIAN PANGAN
oleh
: Rathi Nurwigha
ANTARA
ILMU DAN AMAL
“Kemana
ilmunya?” dan “Kemana amalnya?” Pertanyaan
sederhana, tidak perlu dijawab secara
emosi dan berlebihan. Cukup kita cerna sebagai pemacu dan pemicu dalam berfikir
dan bertindak. Peran apa saja yang
bisa kita lakukan. Khususnya untuk berada di jalan yang benar.
Tidak salah masyarakat menduga
kalau Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai sekolah tani. Tak jauh beda dengan
Fakultas Pertanian. Lulus jadi petani, punya sawah, punya kerbau. Cuma jadi
petani, tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Nasib jadi petani karena
turun-temurun, sesuai pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Jumlah
petani menyusut, akibat dari tidak ada kaderisasi tani; alih fungsi lahan pertanian/sawah; pertambahan
wilayah adminstrasi baru; degradasi kesuburan tanah; sistem irigasi
tidak berfungsi optimal, pasokan air yang tidak menentu; harga pupuk dan bibit dimonopoli;
harga jual hasil panen tidak sesuai dengan modal.
Kuliah di fakultas
kedokteran, lulus dan buka praktek sebagai dokter, lumrah. Tuntut ilmu di
fakultas hukum, bisa jadi jaksa penuntut umum. Lulusan IPB bisa berbuat banyak.
Bermodal disiplin ilmu, pengalaman selama kuliah (a.l. ikut lomba peneletian,
pendidikan Resimen Mahasiswa, anggota BEM, hidup mandiri bersama saudara
kembarku yang bernama Arni Nurwida, dll), uji coba selama PL; diramu dengan
bakat, minat dan keahlian; serta berbekal Tri Dharma Perguruan Tinggi alumni
IPB dalam kiprahnya atau saat mengamalkan ilmunya “wajib” untuk berbasis atau tetap fokus pada
pertanian.
Kita akui bahwa sistem
pendidikan kampus telah mengarahkan para mahasiswa ke arah praktek agribisnis (sebagai usaha atau kegiatan
pertanian dan terkait dengan pertanian yang berorientasi profit)
bukannya praktek pertanian yang membuat petaninya berdaulat. Jangan lupa, IPB
berkembang menjadi tempat cetak sarjana yang multi disiplin, bahkan ada jurusan
yang “tidak berbau” pertanian. Sistem ekonomi syariah, mulai dari tingkat prodi
sampai MM Syariah, yang dimaksud. Bahkan matakuliah Sistem
Agribisnis dan Agroindustri wajib diikuti oleh setiap peserta MM Syariah-IPB.
PRAKTEK 24
JAM
Dukungan pemerintah dalam
pemanfaatan dan penyelesaian masalah
tanah kosong, secara operasional dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota, mulai dari inventarisasi
dan identifikasi tanah kosong sampai penanganan masalah yang timbul dalam
pemanfaatan tanah kosong.
Kondisi ini menyebabkan pola kerja
bak pepatah “tangan menjinjing, bahu memikul”. Betul-betul putar otak, peras
keringat, banting tulang. Dukungan pemerintah sebagai regulator merupakan angin
segar bagi keluarga besar IPB, khususnya alumni IPB, untuk menjadi “petani” secara
total, tidak setengah hati, tidak sekedar coba-coba. Tidak berfaham daripada
menganggur atau sekedar mengisi waktu.
IRONI
NEGARA AGRARIS
Tingkat konsumsi (beras) Indonesia
sangat tinggi 130-140 kg per orang per tahun (80% kebutuhan karbohidrat orang
Indonesia dipenuhi dari beras dengan pola makan nasi tiga kali sehari) atau dua
kalinya
negara ASEAN
yaitu Thailand, Vietnam, dan Malaysia berkisar 65-70 kg per orang per tahun. Ikhwal
ini memaksa Indonesia impor beras, dari Vietnam,
Thailand, Cina, India, Pakistan, dan beberapa negara lain. Impor
beras 2011 membuat Indonesia menjadi negara pengimpor beras kedua terbesar di
dunia setelah Nigeria (bukan negara agraris seperti Indonesia).
Sebagai negara agraris,
niat dan kiat utama adalah meningkatkan produk dan kualitas pangan. Kekurangan
pangan dalam negeri bukan diandalkan pada pasokan dari manca negara atau impor.
Impor dilakukan jika permintaan atau kebutuhan di atas rata-rata, misal jelang
hari raya Idul Fitri, tahun baru. Atau terjadi bencana alam nasional, gagal
panen, anomali iklim yang tak menentu,
musim yang tak bersahabat, terjadi cuaca ekstrem, serangan hama, kelangkaan
pupuk, lahan produktif tanaman pangan menyusut serta berbagai kemungkinan yang mempengaruhi produksi.
Di pihak lain,
pemerintah ingin agar masyarakat mengubah pola konsumsinya, namun pemerintah tidak
meminta masyarakat untuk tidak mengonsumsi beras lagi. Tantangan pemerintah
untuk tetap sebagai negara agraris adalah adanya krisis pangan (2007). Kita
fahami, pihak yang paling menderita akibat krisis pangan adalah petani,
kantong-kantong kelaparan di Indonesia justru di wilayah-wilayah pertanian di
desa. Bukannya petani yang diberi akses tanah untuk kedaulatan pangan bangsa,
tapi pemerintah memberikan lampu hijau kepada
swasta baik dalam negeri dan asing menanamkan modalnya pada usaha pengembangan
food estate. Penerapan food estate dalam jangka menengah dengan fokus
pengembangan komoditi padi, jagung, kedelai, gula.
TRIO KRISIS
MELANDA
UU 17/2007 tentang
“RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005–2025” telah mengamanatkan
bahwa desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah juga telah mengakibatkan
meningkatnya konflik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, baik
antarwilayah, antara pusat dan daerah, serta antarpenggunaan. Untuk itu,
kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara tepat akan
dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dalam 20 tahun mendatang (s.d tahun 2025) agar Indonesia tidak
mengalami krisis sumber daya alam, khususnya krisis air, krisis pangan, dan
krisis energi.
![]() |
Gambar 1. Akar
masalah dari awal tulisan
Adanya Trio Krisis, serta didukung
ilutrasi dalam Gambar 1, penulis memantapkan diri untuk menyelesaikan tulisan sesuai
judul.
Ternyata dengan bertambahnya jumlah
penduduk menyebabkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
terkontaminasi, kemampuan penyediaan pangan semakin terbatas. Selain itu,
praktek pertanian .konvensional mengancam kelestarian sumber daya alam dan
keberlanjutan sistem produksi pertanian. Para pelaku pertanian konvensional
belum merasa terdesak, atau tepatnya belum punya itikad yang kuat untuk beralih
ke usaha pertanian alami, yang belakangan lebih sering disebut sebagai usaha
pertanian organik. Faktor eksternal lebih mendominasi prosesi alih ke pertanian
organik.
PEMULIAAN PERTANIAN PANGAN
Para petani dan para
pemulia tanaman telah berhasil memuliakan tanaman padi,
jagung, dan tebu, sehingga mempunyai daya hasil tinggi dan memiliki kualitas
panen yang lebih baik. Salah satu hak petani adalah pengembangan pemuliaan
tanaman pangan untuk mendapatkan benih idaman sesuai selera petani tanpa
melanggar UU. Pemuliaan tanaman ( UU 12/1992 tentang “SISTEM BUDIDAYA TANAMAN”)
adalah rangkaian kegiatan untuk mempertahankan kemurnian jenis maupun varietas
yang sudah ada; atau menghasilkan jenis maupun varietas baru yang lebih baik.
Pemuliaan tanaman dilakukan dengan cara persilangan antara 2 atau lebih tetua,
teknik mutasi sifat genetis varietas, rekayasa genetika, seleksi, atau cara
lain sesuai perkembangan teknologi.
Kasta petani Indonesia hanya sekadar
alat dari industri pertanian, bukan pelaku utama, sebagai obyek terutama karena
mengandalkan otot. Perkembangan sejarah, muncul kasta petani
berdasi. Petani berdasi adalah segelintir oknum yang dengan eksistensinya mampu
menguasai lahan sawah di perdesaan cukup luas, atau tersebar di beberapa
lokasi. Mereka ini tidak pernah terjun langsung ke sawah untuk membajak
sawahnya, apalagi mencangkul sawah ladangnya. Atau bahkan jarang menengok
asetnya yang berupa sawah. Tugas mereka cukup sederhana, yaitu menerima setoran
uang tunai atas hasil usahatani padi yang dimilikinya.
Pertanian Pangan
adalah usaha manusia
untuk mengelola lahan dan
agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga
kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan
dan ketahanan pangan
serta kesejahteraan rakyat.
LANGKAH STRATEGIS
Harga jual barang dibilang mahal,
karena biaya promosi tidak murah. Reklame, spanduk, pariwara di media massa
butuh biaya yang tidak sedikit. Promosi yang tepat bisa mendongkrak
popularitas.
Tetap diharapkan, adanya campur
tangan IPB sebagai katalisator, motivator dan dinamisator dalam melaksanakan
program pemerintah. Di pihak lain, petani secara aktif dilibatkan dalam proses
pemuliaan pertanian pangan.
Kearifan untuk menanam tanaman
pangan sesuai musimnya, maupun tanaman tahunan (tumbuhan yang dapat meneruskan kehidupannya setelah
bereproduksi atau menyelesaikan siklus hidupnya dalam jangka waktu lebih dari
dua tahun, misalnya sukun, sagu). Artinya, banyak alternatif agar
panen tetap menerus, terutama untuk mewujudkan keanekaragaman (diversifikasi)
pangan. 16 april 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar