Halaman

Sabtu, 23 Mei 2015

menghitung saldo amal atau argo dosa?

Humaniora     Dibaca :497 kali , 0 komentar
Menghitung Saldo Amal atau Argo Dosa?
 Ditulis : Herwin Nur 27 Desember 2012

Siklus 24 Jam
Kehidupan manusia dibingkai dalam satuan waktu, bergerak dari waktu ke waktu. Modul waktu adalah siklus 24 jam, atau sesuai waktu tempuh perputaran bumi terhadap matahari. Kehidupan religi dan duniawi mulai  azan subuh sampai azan subuh berikutnya. Semua dilaksanakan nyaris tipikal, hari demi hari.

Secara matematis manusia tidak bisa mengkalkulasi apa saja perolehan hari ini, apakah raihan sesuai rencana. Secara manusiawi, bahkan tidak menyadari apakah segala tindakannya malah menambah argo dosa atau di sisi keyakinan apakah gerakan ritualnya bisa-bisa menggerogoti saldo amal.

QS Al ‘Ashr (103) : 1 – 3 telah menegaskan bahwa  semua manusia berada dalam keadaan merugi apabila dia tidak mengisi waktunya dengan perbuatan-perbuatan baik. Waktu bisa berjalan paralel, manusia wajib memanfaatkannya. Rasulullah SAW bersabda : “Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, luangmu sebelum sempitmu, mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum fakirmu.” (HR. Ahmad).

Hisab Diri Sejak Dini
Rasulullah SAW bersabda “Orang yang beruntung adalah orang yang menghisab dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsu serta berangan-angan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR Turmudzi).

Manusia butuh metoda untuk hisab diri. Dalam beramal, manusia tidak perlu pakai hitung-hitungan. Mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, harus disertai iman. Tindakan apa saja yang bisa menambah saldo amal sekaligus mengurangi argo dosa, kita mengacu terjemahan [QS An Nuur (24) : 24] : “pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”. Kita yakini bahwa bahwa perkataan baik dan amal yang baik itu dinaikkan untuk diterima dan diberi-Nya pahala. Allah telah menunjukkan kepada kita dua jalan, yaitu jalan kebajikan dan jalan kejahatan [QS Al Balad (90) : 10]. Kemana kaki melangkah untuk meliwati jalan pilihan yang akan ditempuh, perlu kecerdasan hati.

Lidah dan tangan bisa menjadikan manusia kuat atau bahkan sebaliknya terpuruk menjadi serendah-rendahnya makhluk. Sesama manusia sebagai pemilik dan pemakai lidah dan tangan, akan bertemu dikondisi yang kontradiktif, seperti Hadist : "Bila kamu jumpai kemungkaran dan kamu tidak mencegah serta tidak menanggulanginya, dikhawatirkan Allah akan menurunkan azab-Nya. Azab itu bersifat menyeluruh" (HR At-Tirmidzi).

Antara Syukur dan Sabar
Perjalanan waktu, kita harus bisa mengelola timbangan amal dan dosa. Orang berbuat baik karena orang tersebut memang baik, sudah fitrahnya. Sebagai makhluk sosial, berbuat baik dengan sesama sebagai hal yang lumrah.

Orang desa bersyukur dengan tidak merusak alam, mengambil kekayaan alam sesuai kebutuhan. Mereka terbiasa sabar menghadapi kenyataan hidup, menerima apa adanya, tidak kenal keluh kesah apalagi mengutuk keadaan. Antar penduduk masih terjalin kerukunan, masih ada norma, adat dijunjung. Kegiatan religi dilakukan sesuai kemampuan diri.

Interaksi makna syukur dan sabar sebagai koridor dalam menyegerakan kebajikan. Menjadi orang baik, karena terbiasa melakukan hal yang baik. Melakukan kebaikan tidak sekedar alami, ditingkatkan sebagai kebutuhan. Melakukan kebajikan dalam hubungan antar manusia tidak sekedar untung rugi, karena urusannya dengan Allah. Kebajikan sebagai perwujudan niat yang hanya untuk mendapatkan ridho-Nya.

Urusan amal dan dosa, bahkan sekecil biji zarah pun, hanya Allah Maha.(Herwin Nur/Wasathon.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar