Humaniora Dibaca :291 kali , 0 komentar
Langkah Antisipatif Menghadapi Panggilan Terakhir Sang Khaliq
Ditulis : Herwin Nur, 01 Juni 2013
Tanda-Tanda Maut
Mengacu [QS Al Baqarah (2) : 180] : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma\\\\\\\'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Bagi umat Islam, kedatangan (tanda-tanda) maut, sebagai panggilan ketiga atau panggilan terakhir Allah SWT. Panggilan pertama selalu berkumandang tak henti, sesusai dengan jalannya waktu dan beredarnya matahari, yaitu adzan (adzan mengalami alih makna, semula sebagai seruan untuk sholat berjamaah, menjadi tanda pergantian waktu atau tanda memasuki waktu sholat). Panggilan kedua, tunaikan ibadah haji.
Kesibukan manusia dalam urusan dunia, khususnya yang mengandalkan logika, akal fikiran dan hawa nafsu, menyebabkan lalai terhadap tujuan akhir hidup. Keimanan seseorang jika ditayangkan dalam bentuk grafik akan bersifat fluktuatif. Sebagian dari kita bisa meraih kesuksesan jangka pendek, yaitu kesuksesan dunia. Sedangkan kesuksesan jangka panjang, menjadi tantangan umat Islam, adalah di saat hari Akhir berjumpa dengan Allah, dan mendapatkan ganjaran masuk surga. Kita optimis menghadapi masa kini dan masa depan, khususnya dalam menanti panggilan terakhir Allah SWT. Mengharap akhir yang baik (khusnul khotimah), maupun di tempat, waktu serta situasi dan kondisi yang mulia saat kedatangan malaikat Izrail, butuh persiapan. Yakin dan optimis bahwa tak ada hal yang tak mungkin di dunia ini jika Allah berkehendak.
Optimis Dalam Kehidupan
Optimis adalah berbaik sangka kepada Allah dan merasa kita selalu diawasi-Nya. Karena hanya dengan optimislah maka semangat kehambaan akan selalu ada dalam qolbu. Modal untuk optimis berupa :
Pertama, Pantang Ajal. Mengacu [QS An An’aam (6) : 2] : “Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).”
Manusia akan mengalami ajal dua kali. Pertama, ketika nyawa dicabut dari badan oleh malaikat Izrail. Pasien kritis, ditangani secara medis, pulih seperti sediakala. Kecelakaan maut, bencana alam, bom meledak, ada korban selamat. Secara militer, membuat beteng, ruang bawah tanah sebagai pertahanan mencegah tangkal terhadap ancaman jiwa. Seolah, tangan dan akal manusia bisa merekayasa ajal, maut.
Mengelola waktu, ada yang merasa kurang waktu untuk berkomunikasi 5 waktu dengan Allah. Padahal Allah telah berfirman [QS Al Hijr (15) : 99] : “dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).”
Kedua, Nasib Di Tangan Allah. Berbagai bentuk ikhtiar dalam mengisi kehidupan di dunia, akan lebih bermakna jika disertai pemahaman atas [QS Yunus(10) : 107] : “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya.”
Jaminan mutu untuk bisa hidup bermutu, sebagai khalifah (pengganti/wakil) mengemban tugas Allah dalam mengelola alam semesta dan sekaligus sebagai hamba, di era Reformasi bukan pekerjaan ringan. Namun dengan ikhtiar nyata disertai tawakal kepada Allah, yang berat akan menjadi menyenangkan. Kutub nasib apa yang seolah menjadi hak milik kita, Allah telah berfirman dalam [QS Al Kahfi (18) : 28] : “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
Dengan semangat ukhuwah, umat Islam wajib menggalang persatuan dan kesatuan, bukan untuk urusan formal saja dan dilakukan secara menerus.Hidup juga bukan sekedar ikut arus, karena ukhuwah tidak harus saling melebur menjadi satu, sebagaimana terjemahan [QS An An’aam (6) : 116] : “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”
Hidup secara optimis adalah menabung untuk masa depan, tidak sekedar mengharapkan nasib baik dari Allah. Koridor dan rambu optimis yang kita ikuti mengingat [QS Al Hasyr (59) : 18] : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ketiga, Akhir Yang Baik. Proses sakaratul maut, banyak yang berharap terjadi di tempat tidur atau mengacu pada riwayat wafat Rasulullah SAW. Kita juga wajib mengacu [QS Al Anfaal (6) : 50] : “Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri).”
Meninggalkan dunia yang fana ini dalam keadaan khusnul khotimah merupakan dambaan setiap insan yang beriman, karena hal itu sebagai bisyarah atau kabar gembira dengan kebaikan untuknya.Terkait khusnul khotimah, Rasulullah SAW bersabda : ”Demi Dzat yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya seseorang diantara kamu melakukan amal ahli surga hingga tiada jarak antara dirinya dengan surga, melainkan hanya sejengkal saja, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya dan beramal dengan amal ahli neraka, maka masuklah dia ke neraka. Dan (ada pula) seseorang diantara kamu melakukan amal ahli neraka hingga tiada jarak antara dirinya dengan neraka, melainkan hanya sejengkal saja, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya dan beramal dengan amal ahli surga, maka masuklah dia ke surga.” (HR Bukhari Muslim)
Umur manusia dihitung sejak tanggal kelahiran, secara religius dihitung sejak hari pertama mengenal Allah. Bukan soal pada panjang umur, tetapi pada hidup berkah, bermanfaat bagi orang lain. Ada kemungkinan kondisi yang akan kita liwati sebelum wafat, adalah mengacu [QS An Nahl (16) : 70] : “Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
Khusnul khotimah sebagai bisyarah (adalah sebuah kabar gembira yang Allah turunkan kepada ummat-Nya, baik melalui Al-Qur’an ataupun melalui ucapan Rasulullah SAW) sebagai sumber energi yang tidak terbatas sampai kapanpun juga. Lanjut, kita mengacu sabda Rasulullah SAW berikut ini :
“Barangsiapa yang ridha, maka keridhaan itu untuknya. Barangsiapa yang benci, maka kebencian itu akan menjadi miliknya.” (HR at-Tirmidzi)
“Salah satu kebahagiaan seseorang adalah keridhaannya menerima keputusan Allah.” (HR Ahmad) (Herwin Nur/Wasathon.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar