Metode antisipasi besaran upah buruh
Pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain (UU 21/2000 tentang “Serikat Pekerja/Serikat Buruh”).
Ada pihak
yang mengatakan bahwa terdapat pekerja berkerah putih (white collar workers)
diidentifikasikan sebagai pekerja yang terampil, tetap dan bergaji, serta pekerja
berkerah biru (blue collar workers) diidentifikasikan sebagai pekerja
yang tidak terampil, temporer dan hanya menerima upah.
Jangan diartikan
utawa disimpulkan pekerja/buruh Indonesia, sesuai UU 21/2000, termasuk pekerja
berkerah biru (blue collar workers). Kawanan, komunitas, kelompok
pekerja/buruh Musantara boleh bangga, karena ada menteri yang khusus menangani
nasibnya. Bahkan pekerja/buruh mempunyai lebih dari satu presiden.
Kebanggan lainya,
tiap 1 Mei dikenang sebagai Hari Buruh Internasional, dijadikan hari libur
nasional. Tiap 1 Mei mereka menjadi raja. Merasa punya hak untuk menuntut
setumpuk haknya. Merasa pemerintah maupun pengusaha wajib memenuhi tuntutannya
dengan ikhlas.
Salah satu
tuntutan buruh, yang menjadi agenda utama dan pertama, adalah agar Upah
dinaikkan secara berkala atau menyesuaikan dengan kenaikkan harga sembako. Upah
pekerja/buruh ditetapkan oleh pemerintah provinsi (khusus di Jakarta, dengan
istilah Upah Minimum Provinsi, disingkat UMP) dan sisanya ditetapkan oleh
pemerintah kabupatan/kota dalam tataran Upah Minimum Kabupaten/kota, disingkat
UMK.
---------
“Ini daftar lengkap Upah Minimum Provinsi 2015 di seluruh Indonesia”
Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) menyatakan seluruh provinsi di
Indonesia telah menetapkan upah minimum provinsi atau UMP dan upah minimum
kabupaten/kota atau UMK 2015. Dari 33 provinsi yang telah menetapkan upah
minimum, sekitar 29 provinsi menetapkan UMP. Sedangkan empat provinsi tidak
menetapkan UMP yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur.
“Keempat provinsi ini
tidak menetapkan UMP, hanya UMK,” jelas Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenakertrans
Wahyu Widodo seperti dilansir Liputan6.com.
Wahyu menjelaskan,
rata-rata kenaikan UMP secara nasional mencapai 12,77 persen dari Rp 1,58 juta
menjadi Rp 1,78 juta. Angka ini sekitar 99,53 persen dari rata-rata
komponen hidup layak (KHL) nasional yang dipatok Rp 1,81 juta.
Tidak terpaut jauhnya
antara UMP dengan KHL menunjukkan bahwa para pemimpin daerah telah membuktikan
komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya lewat UMP.
“UMP 2015 itu
seperti jaringan pengaman. Dengan UMP yang mendekati KHL itu mengarahkan
masyarakat agar bisa hidup dengan layak. Ke depan, yang harus dipikirkan para
Gubernur adalah bagaimana cara mengaitkan upah dengan tingkat produktivitas
pekerja,” jelas dia. (Sumber : http://simomot.com/)
---------
Andai tuntutan pekerja/buruh dilaksanakan, maka pepatah
Jawa: “uwis dike'i ati isih ngrogoh
rempela” akan berlaku. Ilmu ekonomi sehari telah merumuskan rumusan pas : cukup : kurang.
Kita coba
dengan mengamati UMK :
Pertama, jika UMK sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah,
maka upah sekecil itu akan PAS untuk hidup sederhana, bahkan untuk
pekerja/buruh yang sudah berkeluarga. Uang dikelola dengan cerdas dan bijak.
Kedua, jika UMK sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah
dinaikkan 120% sampai 150% tiap tahun, maka upah sekecil itu bisa CUKUP untuk
hidup layak. Keluarga pekerja/buruh bisa merintis masa depannya.
ketiga, jika UMK sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah
dilipatkan hingga 300% tiap tahun, walhasil upah sekecil itu malah akan terasa
KURANG dengan gaya hidup pekerja/buruh. Mereka serta merta menyusun daftar
belanja konsumtif untuk mendongkrak harga diri.
Jadi . . . .
. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar