Halaman

Jumat, 22 Mei 2015

perut rakyat korban "ketahanan pangan"

Perut rakyat korban “ketahanan Pangan”


Konon, visi misi dan program aksi Jokowi-JK bertajuk Trisakti dan Nawa Cita sebagai dasar filosofi dalam mewujudkan Indonesia Hebat. Sakti ke-2 dari  Trisakti berujar : “Berdikari salam ekonomi”. Cita ke-7 dari Nawa Cita berbunyi : “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.” Di atas kertas, Jalan Ideologis dan 9 Agenda Prioritas pemerintah di periode 2015-2019 tidak ada yang aneh, salah atau asing di hati rakyat.

Konon, para oknum atau kawanan pemburu rente, di periode Jokowi-JK seolah merasa mendapat mandat dan kekebasan untuk menjamah urusan perut rakyat. Dalih perdagangan bebas dunia, masyarakat ekonomi ASEAN, bahan baku olah pangan bisa masuk sembarang waktu dan tempat. Tidak perlu ada prosedur dan proses yuridis. Beras sintetis, beras plastik, beras oplosan (campuran dari kentang, ubi jalar dan resin sintetis) atau sebutan ilmiah lainnya dari RRC/Tiongkok, tiba-tiba tanpa berita dan sosialisasi dari pemerintah liwat jaringan jajaran pembantu presiden, sudah nangkring dan nongkrong di pasar tradisional, warung rakyat.


Konon, rakyat semakin bingung bin linglung, karena tidak ahli menyalahkan, kurang mahir mencari kambing hitam, belum punya sertifikat untuk tunjuk hidung siapa pelakunya. Rakyat jadi korban “ketahanan pangan”. Walau perut rakyat kebal lapar, kebal cuma makan sekali sehari, kebal asupan gizi di bawah standar nasional.  Bukan berarti perut rakyat kebal bagaikan tabung reaksi. Untuk perut rakyat, pemerintah tega coba-coba, apapun dalih dan alasan ilmiahnya. Perut rakyat diteror dengan asupan tidak manusawi. Wakil rakyat yang terhormat, merasa ini bukan ursannya, hanya berpangku tangan. Pura-pura kaget. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar