Indonesia
bukan tabung reaksi !!!
Konon, di periode 2014-2019, pihak aparat keamanan atau
Polisi Republik Indonesia (polri) secara
terang benderang, terang terus, nyata di mata, menyatakan bahwa modus
operandinya dalam tataran dan tatanan ’bisnis militer’ terusik, terganggu, dan
terecoki oleh KPK. Polisi perut gendut menjadi rahasia kasat mata, rakyat bisa
lihat langsung, tidak boleh diraba. Rekening gendut bak aroma irama bangkai,
semakin ditutupi dengan semangat dan jiwa Bhayangkara semakin membongkar aib
diri. Antara hukum dan politik adu nyali.
Konon, para oknum atau kawanan pemburu rente, di
periode Jokowi-JK seolah merasa mendapat mandat dan kekebasan untuk menjamah
urusan perut rakyat. Dalih perdagangan bebas dunia, masyarakat ekonomi ASEAN,
bahan baku olah pangan bisa masik sembarang waktu dan tempat. Tidak perlu ada
prosedur dan proses yuridis. Beras sintetis, beras plastik, beras oplosan (campuran
dari kentang, ubi jalar dan resin sintetis) atau sebutan ilmiah lainnya dari
RRC/Tiongkok, tiba-tiba tanpa berita dan sosialisasi dari pemerintah liwat corong
Menteri ESDM, sudah nangkring dan nongkrong di pasar tradisional, warung
rakyat. Rakyat bingung, karena tidak ahli menyalahkan, kurang mahir mencari
kambing hitam, belum punya sertifikat untuk tunjuk hidung siapa pelakunya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar