Halaman

Kamis, 22 Desember 2016

terkikisnya keadaban politik Nusantara



terkikisnya keadaban politik Nusantara

Sebagai pemanasan, kita cermati bahwasanya geopolitik Indonesia, wawasan nusantara memawas Negara Indonesia dari sudut pandang antara lain  yaitu  Negara dalam pengertian rakyat yang hidup dalam wilayah itu.

Langkah berikutnya, apakah ada keterakaitan, kesalingan, kesalingterkaitan : kedaulatan rakyat, wakil rakyat, rakyat.

Adagium “hukum dibuat hanya untuk dilanggar” dalam riwayat selanjutnya memang bisa mengikuti zaman dan selera penguasa. Menjadi “hukum dibuat agar penguasa semakin kebal hukum”.

Tidak perlu bertanya kepada ahlinya, rakyat awam pun tahu secara terang-benderang kalau ingin menakar perilaku, tingkah laku dan kelakuan pelaku, pegiat, pekerja, pesuruh partai, jangan pakai kacamata moral. Secara matematis pun, daya juang pejuang ideologi, partisan politik tidak bisa ditebak hasilnya, apalagi manfaat atau daya guna dan hasil gunanya.

Jadi bagaimana keadaban (ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin, KBBI) politik Nusantara?

Secara historis, Indonesia mengalamai pasang surut sebagai negara multipartai. Kondisi faktual dan aktual, terjadi realitas pertarungan kekuasaan di antara elit partai politik pemenang/peserta pesta demokrasi. Tujuan utamanya adalah agar kendali negara hanya ada di juara umum pesta demokras.  Kalau pun terpaksa bagi hasil, dengan modus mendistribusikan secara sepihak kepada pihak yang tidak berseberangan kepentingan.

Secara filosofis, jika Pancasila sebagai ideologi negara, maka praktik partai politik hanya mewujudkan makar secara konstitusional dengan segala bentuknya. Keadaban Nusantara masih mengandung muansa yang belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain, karena bersifat monopoli, diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.

Secara yuridis, keberadaan dan eksistensi partai politik sampai lahan yang menjadi ajang perebutan kekuasaan, ditentukan oleh UU. Dalam perkembangannya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan sampai empat kali,  yang justru meninggalkan bom waktu, jebakan dan atau boomerang bagi khidupan bangsa dan negara.

Secara sosiologis, tugas, fungsi dan wewenang partai politik yang diwujudkan melalui AD dan ART-nya, hanya untuk meneguhkan kekuasaan partai politik ketika sedang berkuasa. Segmentasi periode pemerintah, menjadikan bangsa dan negara rawan intervensi negara adidaya maupun negara besar lainnya.

Kita tetap optimis, walau kita tidak bisa memiliki kesebelasan nasional yang sesuai harapan, kita masih bisa berharap munculnya bapak bangsa berikutnya. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar