terkikisnya keadaban politik Nusantara
Sebagai pemanasan,
kita cermati bahwasanya geopolitik Indonesia, wawasan nusantara memawas Negara
Indonesia dari sudut pandang antara lain yaitu Negara dalam pengertian rakyat yang hidup dalam
wilayah itu.
Langkah berikutnya,
apakah ada keterakaitan, kesalingan, kesalingterkaitan : kedaulatan rakyat,
wakil rakyat, rakyat.
Adagium “hukum
dibuat hanya untuk dilanggar” dalam riwayat selanjutnya memang bisa mengikuti
zaman dan selera penguasa. Menjadi “hukum dibuat agar penguasa semakin kebal
hukum”.
Tidak perlu
bertanya kepada ahlinya, rakyat awam pun tahu secara terang-benderang kalau
ingin menakar perilaku, tingkah laku dan kelakuan pelaku, pegiat, pekerja, pesuruh partai, jangan pakai kacamata
moral. Secara matematis pun, daya juang pejuang ideologi, partisan politik
tidak bisa ditebak hasilnya, apalagi manfaat atau daya guna dan hasil gunanya.
Jadi bagaimana keadaban (ketinggian
tingkat kecerdasan lahir batin, KBBI) politik Nusantara?
Secara historis, Indonesia
mengalamai pasang surut sebagai negara multipartai. Kondisi faktual dan aktual,
terjadi realitas pertarungan kekuasaan
di antara elit partai politik pemenang/peserta pesta demokrasi. Tujuan utamanya
adalah agar kendali negara hanya ada di juara umum pesta demokras. Kalau pun terpaksa bagi hasil, dengan modus
mendistribusikan secara sepihak kepada pihak yang tidak berseberangan
kepentingan.
Secara filosofis, jika
Pancasila sebagai ideologi negara, maka praktik partai politik hanya mewujudkan
makar secara konstitusional dengan segala bentuknya. Keadaban Nusantara masih
mengandung muansa yang belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain, karena bersifat monopoli, diskriminatif,
kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarga negara, serta
kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
Secara yuridis, keberadaan dan eksistensi partai politik
sampai lahan yang menjadi ajang perebutan kekuasaan, ditentukan oleh UU. Dalam perkembangannya,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami
perubahan sampai empat kali, yang justru
meninggalkan bom waktu, jebakan dan atau boomerang bagi khidupan bangsa dan
negara.
Secara sosiologis, tugas, fungsi dan wewenang partai
politik yang diwujudkan melalui AD dan ART-nya, hanya untuk meneguhkan
kekuasaan partai politik ketika sedang berkuasa. Segmentasi periode pemerintah,
menjadikan bangsa dan negara rawan intervensi negara adidaya maupun negara
besar lainnya.
Kita tetap optimis, walau kita tidak bisa memiliki
kesebelasan nasional yang sesuai harapan, kita masih bisa berharap munculnya
bapak bangsa berikutnya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar