Halaman

Jumat, 16 Desember 2016

Dilema Pejabat Swasta, Korupsi Bebas vs Bebas Korupsi



Dilema Pejabat Swasta, Korupsi Bebas vs Bebas Korupsi

UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, seolah hanya berlaku pada penyelenggara negara sebagai pengguna APBN atau APBD. Di pihak lain, seolah sektor swasta dengan berbagai perilaku bisnisnya tidak bisa berdampak pada kasus merugikan negara secara langsung.

Para pengusaha, pemilik perusahaan swasta apakah perusahaan multinasional atau perusahaan nasional, seolah bebas bertindak. Mereka  memanfaatkan celah modus operandi yang belum diatur oleh produk hukum. Merasa nyaman tidak dapat ditindak secara hukum, kendati  masuk kategori pasal pidana korupsi. Mereka berpegang teguh pada adagium Universitas Delinguere Nonprotest (Badan Hukum tidak dapat dipidana).

Jangan lupa, bahwa pengaturan korporasi sebagai “Subyek Hukum” diatur dalam UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 1 ayat 1 menjelaskan : Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

Keluwesan hukum terhadap subyek hukum, apakah itu korporasi atau pegawai negeri, bisa kita simak Pasal 20 ayat (7) : Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).

Jadi jika “pejabat masih tetap korupsi”, karena pengertian pejabat tidak sekedar sebagai pejabat publik, atau yang masuk kategori penyelenggara negara. UU 31/1999 menyuratkan bahwa korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Bahkan korporasi masuk kategori pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (lihat Pasal 1 ayat 1 UU 28/1999).[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar