kilas balik manfaat revolusi mental, respon positif vs sentimen negatif
Tiap pemerintahan ingin
membuat kesan peduli nasib bangsa dengan membuat ramuan Indonesia kuat. Tentu tak
terkecuali di periode 2014-2019 diterbitkan resep revolusi mental. Konon,
konsep rumusan ini merupakan perasan pengalaman masa lalu dan materi serapan
dari pemikir dan pemakar untuk masa depan.
Kita masih ingat, betapa
P4 di era Orde Baru seolah begitu ilmiah, terstruktur dan berhasil guna dan
berdaya guna. P4 berbasis dan mengacu Pancasila Sakti. Penyelenggara negara
wajib mengantongi sertifikat telah mengikuti kursus P4. Akhirnya, semasa zaman
Orba, akan sulit ditemui siapa pancasilais sejati. Banyak yang merasa berhak.
Kini, Indonesia sebagai
negara multipartai, masih banyak yang merasa berhak jadi pemimpin bangsa. Banyak
yang merasa bisa berdiri di paling depan, mempraktikkan ing ngarso sung tulodo. Akhirnya malah
mempraktikkan ing ngarso mumpung kuoso.
Agar tidak melantur
kemana-mana, kembali ke pokok bahasan. Memang ironis, rakyat awam tahu benar
dan betul, untuk apa dan untuk siapa jargon revolusi mental.
Apakah untuk penyelenggara
negara, sehingga secara otomatis, serentak bertekad bulat berdiri di barisan
paling depan, di belakang Jokowi-JK. Tentunya untuk mempertahankan kekuasaan
masing-masing agar jangan tergusur dan tergeser sebelum jatuh tempo.
Sejarah sampai tengah
periode 2014-2019 sudah mengindikasikan bahwa utang luar negeri Indonesia
meningkat gemilang. Dibanding dua periode SBY. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar