Halaman

Kamis, 15 Desember 2016

gelar kehormatan negarawan



gelar kehormatan negarawan

Konon, Akbar Tandjung, dengan sebutan Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 1999-2004, mampu menelurkan buah pikiran dengan judul “Kepemimpinan Politik Yang Negarawan”. Dipublikasikan oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Saya tertarik dengan sunjudul “Hakikat Kepemimpinan Politik yang Negarawan”, yang terdiri atas 4 (empat) alenia atau paragraf :

Istilah negarawan (statesman) merupakan istilah yang cukup populer. Secara ensiklopedis seorang negarawan biasanya merujuk pada seorang politisi atau tokoh yang berprestasi (berjasa) satu negara yang telah cukup lama berkiprah dan berkarir di kancah politik nasional dan internasional (a statesman is usually a politician or other notable figure of state who has had a long and respected career in politics at national and international level). Tokoh yang berjasa (worthy) pada bangsa/negara tentu merupakan tokoh yang mengabdikan pikiran dan tenaganya bagi kemajuan dan kemakmuran bangsanya.

Kepemimpinan politik yang negarawan tentu saja amat terkait dengan komitmen kebangsaan dan kenegaraan. Penjelasan yang amat umum dijumpai di sini, terkait dengan kenegarawanan adalah, bahwa sikap tersebutlah yang menuntut para politisi dan untuk meminimalisasikan kepentingan pribadi dan kelompok, dan sebaliknya memaksimalisasikan kepentingan bangsa/negara yang lebih besar.

Negarawan adalah orang yang berjasa dan berkorban demi bangsa dan negaranya, tidak memandang apa latarbelakang politiknya. Idealnya, ketika kader partai, kemudian terpilih menjadi pejabat negara, maka berlakulah adagium“ketika tugas negara dimulai, maka kepentingan politik berakhir�. Artinya, seorang pejabat negara harus berkonsentrasi untuk “mengurus negara� dengan benar, walaupun tanpa harus menghapuskan identitas latarbelakang politiknya sama sekali. Karena, identitas politik seorang politisi (negarawan) senantiasa melekat padanya. Yang penting, seorang pemimpin politik yang negarawan adalah yang paham betul skala prioritas: mana yang lebih didahulukan (kepentingan bangsa/negara lebih luas) dan yang tidak.

Sebagaiman dikutip dari Filosof Aristoteles di awal tulisan ini*), bahwa seorang negarawan memiliki karakter moral yang pasti, di mana para pengikutnya dapat meneladaninya dengan sepenuh hati. Seorang negarawan adalah yang memiliki watak yang baik dan senantiasa menjaga citra dirinya dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.

*) What the statesman is most anxious to produce is a certain moral character in his fellow citizens, namely a disposition to virtue and the performance of virtuous actions. - Aristoteles -

SIMPUL DAN SARAN
Sah-sah saja jika anak bangsa, terlebih sekaliber Akbar Tandjung, membuat pernyataan yang menunjang judul. Alur cerita terasa seperti versi berhitung mundur. Dicara data dan fakta yang mendukung. Tidak pas, tetapi dipas-paskan agar masuk akal. Namanya akal politik.

Akankah seorang negarawan sebagai cikal bakal pahlawan? Pahlawan seperti apa? Apakah pahlawan politik, pahlawan ideologi. Atau ada pahlawan lainnya yang sesuai selera penguasa, dikukuhkan melalui produk hukum.

Agar tak terjebak dan terlarut dalam arus akal, nalar, logika politik Akbar Tandjung yang rekam jejaknya sulit dilacak, kita luangkan waktu untuk buka Undang-Undang 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Khususnya pada pasal 1 ayat (4):
Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Yang dimaksud dengan “Pahlawan Nasional” adalah Gelar yang diberikan oleh negara yang mencakup semua jenis Gelar yang pernah diberikan sebelumnya, yaitu Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Pahlawan Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, Pahlawan Revolusi, dan Pahlawan Ampera. Dalam ketentuan ini, tidak termasuk gelar kehormatan Veteran Republik Indonesia.
Jadi pejuang politik, mulai dari ketua umum partai politik sampai kroco di lapangan, berhak mendapat gelar pahlawan nasional. Asal memenuhi kriteria dimaksud.

Menyoal fakta bahwa Nusantara paceklik negarawan, sekaligus sebaga negara multipartai tentu surplus oknum ketua umum. Jadi ada baiknya, diadakan gelar kehormatan negarawan. Entah pesannya di mana, atau pihak mana yang berwenang mengeluarkannya. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar