gelar kehormatan negarawan
Konon, Akbar Tandjung, dengan sebutan Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Periode 1999-2004, mampu menelurkan buah pikiran dengan judul “Kepemimpinan Politik
Yang Negarawan”. Dipublikasikan oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Saya tertarik dengan sunjudul “Hakikat Kepemimpinan
Politik yang Negarawan”, yang terdiri atas 4 (empat) alenia atau paragraf :
Istilah negarawan (statesman)
merupakan istilah yang cukup populer. Secara ensiklopedis seorang negarawan
biasanya merujuk pada seorang politisi atau tokoh yang berprestasi (berjasa)
satu negara yang telah cukup lama berkiprah dan berkarir di kancah politik
nasional dan internasional (a statesman
is usually a politician or other notable figure of state who has had a long and
respected career in politics at national and international level). Tokoh
yang berjasa (worthy) pada
bangsa/negara tentu merupakan tokoh yang mengabdikan pikiran dan tenaganya bagi
kemajuan dan kemakmuran bangsanya.
Kepemimpinan politik yang negarawan tentu saja amat
terkait dengan komitmen kebangsaan dan kenegaraan. Penjelasan yang amat umum
dijumpai di sini, terkait dengan kenegarawanan adalah, bahwa sikap tersebutlah
yang menuntut para politisi dan untuk meminimalisasikan kepentingan pribadi dan
kelompok, dan sebaliknya memaksimalisasikan kepentingan bangsa/negara yang
lebih besar.
Negarawan adalah orang yang berjasa dan berkorban demi
bangsa dan negaranya, tidak memandang apa latarbelakang politiknya. Idealnya,
ketika kader partai, kemudian terpilih menjadi pejabat negara, maka berlakulah
adagium“ketika tugas negara dimulai, maka kepentingan politik
berakhir�. Artinya, seorang pejabat negara harus berkonsentrasi untuk
“mengurus negara� dengan benar, walaupun tanpa harus menghapuskan
identitas latarbelakang politiknya sama sekali. Karena, identitas politik
seorang politisi (negarawan) senantiasa melekat padanya. Yang penting, seorang
pemimpin politik yang negarawan adalah yang paham betul skala prioritas: mana
yang lebih didahulukan (kepentingan bangsa/negara lebih luas) dan yang tidak.
Sebagaiman dikutip dari Filosof Aristoteles di awal
tulisan ini*), bahwa seorang negarawan memiliki karakter moral yang pasti,
di mana para pengikutnya dapat meneladaninya dengan sepenuh hati. Seorang
negarawan adalah yang memiliki watak yang baik dan senantiasa menjaga citra
dirinya dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat,
bangsa dan negara.
*) What the statesman is most anxious to produce is a
certain moral character in his fellow citizens, namely a disposition to virtue
and the performance of virtuous actions. - Aristoteles -
SIMPUL DAN SARAN
Sah-sah saja jika anak
bangsa, terlebih sekaliber Akbar Tandjung, membuat pernyataan yang menunjang judul. Alur cerita terasa
seperti versi berhitung mundur. Dicara data dan fakta yang mendukung. Tidak
pas, tetapi dipas-paskan agar masuk akal. Namanya akal politik.
Akankah seorang negarawan sebagai cikal bakal
pahlawan? Pahlawan seperti apa? Apakah pahlawan politik, pahlawan ideologi.
Atau ada pahlawan lainnya yang sesuai selera penguasa, dikukuhkan melalui
produk hukum.
Agar tak terjebak dan terlarut dalam arus akal,
nalar, logika politik Akbar Tandjung yang rekam jejaknya sulit dilacak, kita
luangkan waktu untuk buka Undang-Undang 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan
Tanda Kehormatan. Khususnya pada pasal 1 ayat (4):
Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia
atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang
menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal
dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan
tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi
pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan “Pahlawan Nasional” adalah Gelar
yang diberikan oleh negara yang mencakup semua jenis Gelar yang pernah
diberikan sebelumnya, yaitu Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan
Nasional, Pahlawan Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, Pahlawan
Revolusi, dan Pahlawan Ampera. Dalam ketentuan ini, tidak termasuk gelar
kehormatan Veteran Republik Indonesia.
Jadi pejuang politik,
mulai dari ketua umum partai politik sampai kroco di lapangan, berhak mendapat
gelar pahlawan nasional. Asal memenuhi kriteria dimaksud.
Menyoal fakta bahwa
Nusantara paceklik negarawan, sekaligus sebaga negara multipartai tentu surplus
oknum ketua umum. Jadi ada baiknya, diadakan gelar kehormatan negarawan. Entah
pesannya di mana, atau pihak mana yang berwenang mengeluarkannya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar