Halaman

Minggu, 04 Desember 2016

antara makar dan korupsi



antara makar dan korupsi

Tanpa opini penduduk, rakyat, masyarakat yang mempraktikkan konstitusi UUD 1945 bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” serta diimbangi “hak menyatakan pendapat wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya”, maka negara mengalami kesulitan untuk mengetahui fakta dan realita di lapangan.

Aksi blusukan sampai keblusuk versi Joko Widodo, tentunya bukan sekedar “kemana angin deras bertiup, kesana pula condongnya”. Masukan dari hasil intipan, intaian BIN bisa diandalkan. Terlebih ketua BIN adalah konco dw.

Rakyat bersyukur, di periode 2014-2019 masih terdapat sejumlah anak bangsa yang berjuang mengatasnamakan rakyat. Walhasil, mereka terjebak dogma atau stigma menikmati hasil perjuangan politiknya diatas penderitaan rakyat sekaligus meraup, meraih, menadah untung dibawah kerugian negara.

Dalih sebagai pejuang revolusi mental yang tidak kenal tempat dan waktu, menjadikan oknum penyelenggara negara dengan tekun, rajin dan tabah meningkatkan kesejahteraan diri sendiri. Setelah kenyang tujuh turunan, baru memikirkan nasib rakyat.

Karena calon koruptor sudah dijaring, dirazia, digrebeg oleh KPK, maka Polri mencari lahan, lading dan garapan lain.

Jika lempar kebijakan ‘ujar kebencian’ sebagai prestasi Polri, maka untuk mengimbangi dampak, ekses, efek domino kasus penistaan agama, dimunculkan isu makar, kudeta atau istilah padanan lainnya.

Kejahatan politik yang berlindung di balik trologi makar konstitusional yaitu merebut kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, merebut kembali kekuasaan.

Kita tunggu permainan cantik apa lagi yang akan dipertontonkan kepada rakyat? [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar