Indonesia 2017, wajahmu padat merayap dan belok mendadak
Tidak ada tanda-tanda aneh sampai jelang akhir 2016. Hanya disayangkan, ada
yang bangga dengan jumlah bencana sebagai rekor. Longsor, bencana paling
mematikan yang bukan atas kemauan alam, akibat keserakahan manusia. Bencana
meningkat berbanding lurus dengan bertambahnya kemiskinan.
Jangan lupa akan ujaran ki dalang Sobopawon, kalau suara rakyat, bahkan
suara aparat desa tidak terdeteksi. Selain tukang warta yang jarang blusukan
sampai pojok, sudut, pinggir, tepi Nusantara, dibilang ybs memang tidak gemar
umbar fakta. Gema dari daerah sampai ke pusat, ke telinga yang berwajib hanya
sayup-sayup nyaris redup. Semangat otonomi daerah menjadikan sibuk di tempat.
Lain cerita, sejauh ini bangsa kita adem-ayem
menghadapi infiltrasi budaya asing lewat media massa maupun UU ITE yang
mengaturnya. Biaya angkutan laut lebih murah dan meriah, walhasil buah impor,
sapi bule, busana bekas berkualitas sampai limbah sampah B3 bebas melenggang
kangkung masuk dan sampai pelosok. Pasar tradisional semakin terpuruk.
Tak urung presiden Joko Widodo, dengan tegas, jelas, lugas menampik berita
bahwa akibat persaingan bebas tenaga kerja, maka tanpa diundang berbondong-bondong,
berduyun-duyun TKA masuk dengan santai, bebas visa. Berbusana wisatawan
mancanegara, berbaur dengan pendahulunya yang secara historis sudah membaur
dengan bangsa dan rakyat Indonesia. Berakhir sebagai pekerja kasar di berbagai
daerah. Atau memperbanyak buruh/pekerja di tempat praktik investor negaranya.
Jangan kuatir, manuver, modus operandi para pekerja, pelaku, pegiat,
petugas partai di tahun 2017, ada yang kehabisan bensin, kurang angina. Ada yang
menurunkan penumpang gelap. Tapi kebanyakan parpol penguasa negara sudah pada
tahap komunikasi, koordinasi, kendali oleh pihak yang aneh, asing dan
agak-agak. [Haen]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar