2017 dan bayang-bayang
ambisi politik 2019
Tampak bagai adagium,
yaitu “belum meminang sudah menimang”. Bisa terjadi di dunia
gaul anak zaman sekarang. Bukan akibat pergaulan bebas. Akibat demokrasi yang
melegalkan bertindak jauh ke depan, tanpa SOP. Politik hamtam kromo. Persaingan
antar anak bangsa untuk merebut sisa masa depan yang sudah dikapling-kapling
oleh orang partai.
Jangankan wong cilik,
bandot politik sekaliber apapun di Nusantara ini selalu was-was dengan masa
depam karir politiknya.
Karepé mbilung, ada yang sibuk mematut diri, tanpa
diminta mengajukan, memajukan yang dapat dilacak. Berkat modal, nama baik dari sono-nya ada yang mengorbitkan,
mengkarbitkan keluarganya masuk bursa politik lokal. Sah-sah saja kawan, kita
tidak boleh dengki. Misal rintisan mulai dari pembantu presiden, digadang
periode berikutnya menjadi wakil presiden. Dst.
Secara nasional, banyak
kejadian atau dampak kejadian diluar skenario 2014-2019. Dibilang berbanding
terbalik antara praktik niat politik dengan kejadian manusiawi sampai peringatan
alam, memang masuk akal. Semakin orang
partai berulah, bertingkah laku yang tidak menyenangkan, dampaknya semakin
bervariasi. Bisa melonjak bagai deret ukur.
Di balik skenario pilkada
serentak, terdeteksi adanya penyiapan masa depan politik oleh oknum yang jelas
identitasnya. Bukan gerakan politik atau
gerilya politik. Tidak sekedar pengkaplingan Nusantara secara politis. Masih ada
konspirasi internasional yang akan diberlakukan secara nyata, masif dan berkelanjutan.
Mulai mencetak mata uang rupiah bercitra dunia, menggelar karpet merah untuk
TKA, investor asing maupun membuka diri untuk diberdirikannya ormas asing.
[Haen]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar