apakah potensi akademis berbanding lurus daya korupsi
Korupsi diposisikan
sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan perjuangan
hukum luar biasa untuk memberantasnya. Tak heran, jika terpidana korupsi malah
mendapat perlakuan tidak biasa dari apgakum (aparat penegak hukum), dibanding
napi klas teri. Malah bisa menjadi sumber rezeki plus mendongkrak peringkat media
massa, khususnya media penyiaran televisi berbayar atau penerima pesanan
khusus.
Apakah pelaku korupsi
adalah orang biasa atau bahkan luar biasa.
FAKTA ANGKA, PEJABAT
Kita simak berita di
laman http://www.ti.or.id/index.php/news/2016/12/02/370-pejabat-dipenjara-jokowi-pemberantasan-korupsi-belum-berhasil, khususnya 3 alenia pertama, dari berita dengan judul :
370
Pejabat Dipenjara, Jokowi: Pemberantasan Korupsi Belum Berhasil
Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmennya
terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia menilai hingga saat ini
upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi belum berhasil, karena masih banyak
pejabat negara yang ditangkap karena terlibat kasus ini.
Data yang dipegang Jokowi mencatat hingga saat ini sudah
ada 370 pejabat negara yang dipenjara karena kasus korupsi. Rinciannya sebanyak
122 orang anggota DPR dan DPRD, 25 menteri atau kepala lembaga, 4 duta besar, 7
komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan walikota, 130 pejabat eselon I sampai
eselon III, serta 14 hakim.
Banyaknya pejabat negara yang telah dipenjara ini
bukanlah sesuatu yang membanggakan. “Menurut saya semakin sedikit yang
dipenjara, itu artinya kita semakin berhasil mencegah dan memberantas
korupsi," kata Jokowi dalam keterangannya saat membuka Konferensi Nasional
Pemberantasan Korupsi (KNPK) Tahun 2016 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Kamis
(1/12).
- - - - - -
FAKTA ANGKA, PENDIDIKAN PELAKU
Kita simak berita di
laman http://www.ti.or.id/index.php/news/2016/11/29/ini-alasan-mengapa-kalangan-terdidik-lakukan-korupsi,
kita awali dengan
menyimak alenia terakhir dari berita dengan judul :
Ini Alasan Mengapa Kalangan Terdidik Lakukan Korupsi
Sebagaimana
diketahui, pekan lalu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, kebanyakan
dari koruptor yang ditangkap KPK adalah kalangan berpendidikan tinggi. Dari
sekitar 600 koruptor yang ditangkap KPK, sekitar 200 orang berpendidikan S2, 40
orang berpendidikan S3, dan sisanya S1. Selain itu, 32% koruptor yang ditangkap
KPK berasal dari partai politik.
Sesuai judul, saya ringkas
alenia sebelum alenia terakhir, semoga tidak mengurangi bobot substansinya,
yaitu :
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia
Dadang Trisasongko mengungkapkan tiga alasan mengapa korupsi marak dilakukan
kalangan terdidik.
Pertama, umumnya kalangan terdidik dalam instansi
pemerintahan atau partai politik menempati posisi strategis dan penting. Korupsi
dilakukan oleh mereka yang meliliki kewenangan. Di dalam birokrasi pemerintah
dan juga lembaga politik, posisi-posisi penting itu tentu dipegang oleh mereka
yang memiliki jenjang pendidikan tinggi.
Kedua, kurangnya pendidikan integritas di sekolah dan
kampus. Hal ini telah membut para lulusannya tidak memahami bentul mana itu
kepentingan publik dan mana kepentingan privat, mana yang jujur dan mana yang
tidak. Selain kurang optimal dalam aspek pendidikannya, belum banyak sekolah
yang dikelola secara akuntabel dan tarnsaparan. Lingkungan tata kelola sekolah
yang sehat itulah yang juga mendidik anak bisa berpikir dan berbuat jujur.
Sekolah atau kampus yang jujur dan transparan yang bisa mengajarkan integritas
kepada peserta didiknya.
Ketiga, setelah mereka lulus dan masuk ke posisi-posisi
di badan pemerintah misalnya, mereka juga telah dikondisikan untuk beradaptasi
dengan sistem birokrasi yang korup.
Lebih lanjut, Dadang menawarkan dua solusi terkait
korupsi yang dilakukan kalangan terdidik. Pertama, kata dia mengembangkan
sistem pendidikan yang akuntabel dan transparan sambil mengajarkan nilai-nilai
kejujuran atau integritas kepada peserta didiknya.
Kedua, perkuat sistem pengawasan di dalam jajaran
birokrasi. Perkuat transparansi publik dan libatkan publik dalam pengawasan.
Gaji tinggi tak menjamin orang bisa jujur jika sejak awal mentalnya korup.
sistem yang keras membatasi perilaku akan lebih ampuh untuk mengawasi mereka.
FAKTA LAIN
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
pada tahun 2011, telah menerbitkan buku Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi.
Pendidikan Anti Korupsi
bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk
beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi.
Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya anti korupsi di kalangan
mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Matakuliah
Anti-korupsi ini tidak berlandaskan pada salah satu perspektif keilmuan secara
khusus. Berlandaskan pada fenomena permasalahan serta pendekatan budaya yang
telah diuraikan diatas, matakuliah ini lebih menekankan pada pembangunan
karakter anti-korupsi (anti-corruption character building) pada diri
individu mahasiswa.
Dengan
demikian tujuan dari matakuliah Anti-korupsi adalah membentuk kepribadian
anti-korupsi pada diri pribadi mahasiswa serta membangun semangat dan
kompetensinya sebagai agent of change bagi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang bersih dan bebas dari ancaman korupsi.
FAKTA SIMPUL
Kendati hanya atau baru 32% koruptor yang ditangkap KPK
berasal dari partai politik, kita jangan melupakan fakta bahwa penyelenggara
didominiasi oleh orang partai. Pesta demokrasi yang memilih secara langsung
wakil rakyat, wakil daerah, kepala daerah bahkan kepala negara, negara secara
tak langsung memberikan lapangan kerja selama lima tahun ke depan buat orang
partai.
Kita tidak tahu batasan persentase ideal orang parpol
korupsi. Apakah jika persentasenya rendah, artinya Indonesia bebas korupsi. Jangan
dilihat pada jumlah pelaku dari unsur atau orang partai, tetapi kerugian negara
serta dampak yang ditimbulkan. Itu saja. Agar olah kata ini tidak menjadi
fitnah atau sebagai ujaran kebencian. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar