Halaman

Sabtu, 24 Desember 2016

apakah potensi akademis berbanding lurus daya korupsi



apakah potensi akademis berbanding lurus daya korupsi

Korupsi diposisikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan perjuangan hukum luar biasa untuk memberantasnya. Tak heran, jika terpidana korupsi malah mendapat perlakuan tidak biasa dari apgakum (aparat penegak hukum), dibanding napi klas teri. Malah bisa menjadi sumber rezeki plus mendongkrak peringkat media massa, khususnya media penyiaran televisi berbayar atau penerima pesanan khusus.

Apakah pelaku korupsi adalah orang biasa atau bahkan luar biasa.

FAKTA ANGKA, PEJABAT
Kita simak berita di laman http://www.ti.or.id/index.php/news/2016/12/02/370-pejabat-dipenjara-jokowi-pemberantasan-korupsi-belum-berhasil, khususnya 3 alenia pertama, dari berita dengan judul :
370 Pejabat Dipenjara, Jokowi: Pemberantasan Korupsi Belum Berhasil
Jumat, 02 Desember 2016 11:34:09 | Berita | (52 view)
Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmennya terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia menilai hingga saat ini upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi belum berhasil, karena masih banyak pejabat negara yang ditangkap karena terlibat kasus ini.

Data yang dipegang Jokowi mencatat hingga saat ini sudah ada 370 pejabat negara yang dipenjara karena kasus korupsi. Rinciannya sebanyak 122 orang anggota DPR dan DPRD, 25 menteri atau kepala lembaga, 4 duta besar, 7 komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan walikota, 130 pejabat eselon I sampai eselon III, serta 14 hakim.

Banyaknya pejabat negara yang telah dipenjara ini bukanlah sesuatu yang membanggakan. “Menurut saya semakin sedikit yang dipenjara, itu artinya kita semakin berhasil mencegah dan memberantas korupsi," kata Jokowi dalam keterangannya saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) Tahun 2016 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Kamis (1/12).
- - - - - -
FAKTA ANGKA, PENDIDIKAN PELAKU

Kita simak berita di laman http://www.ti.or.id/index.php/news/2016/11/29/ini-alasan-mengapa-kalangan-terdidik-lakukan-korupsi, kita awali dengan menyimak alenia terakhir dari berita dengan judul :

Ini Alasan Mengapa Kalangan Terdidik Lakukan Korupsi

Sebagaimana diketahui, pekan lalu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, kebanyakan dari koruptor yang ditangkap KPK adalah kalangan berpendidikan tinggi. Dari sekitar 600 koruptor yang ditangkap KPK, sekitar 200 orang berpendidikan S2, 40 orang berpendidikan S3, dan sisanya S1. Selain itu, 32% koruptor yang ditangkap KPK berasal dari partai politik.

Sesuai judul, saya ringkas alenia sebelum alenia terakhir, semoga tidak mengurangi bobot substansinya, yaitu :

Selasa, 29 November 2016 11:52:18 | Berita | (103 view)
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko mengungkapkan tiga alasan mengapa korupsi marak dilakukan kalangan terdidik.

Pertama, umumnya kalangan terdidik dalam instansi pemerintahan atau partai politik menempati posisi strategis dan penting. Korupsi dilakukan oleh mereka yang meliliki kewenangan. Di dalam birokrasi pemerintah dan juga lembaga politik, posisi-posisi penting itu tentu dipegang oleh mereka yang memiliki jenjang pendidikan tinggi.

Kedua, kurangnya pendidikan integritas di sekolah dan kampus. Hal ini telah membut para lulusannya tidak memahami bentul mana itu kepentingan publik dan mana kepentingan privat, mana yang jujur dan mana yang tidak. Selain kurang optimal dalam aspek pendidikannya, belum banyak sekolah yang dikelola secara akuntabel dan tarnsaparan. Lingkungan tata kelola sekolah yang sehat itulah yang juga mendidik anak bisa berpikir dan berbuat jujur. Sekolah atau kampus yang jujur dan transparan yang bisa mengajarkan integritas kepada peserta didiknya.

Ketiga, setelah mereka lulus dan masuk ke posisi-posisi di badan pemerintah misalnya, mereka juga telah dikondisikan untuk beradaptasi dengan sistem birokrasi yang korup.

Lebih lanjut, Dadang menawarkan dua solusi terkait korupsi yang dilakukan kalangan terdidik. Pertama, kata dia mengembangkan sistem pendidikan yang akuntabel dan transparan sambil mengajarkan nilai-nilai kejujuran atau integritas kepada peserta didiknya.
Kedua, perkuat sistem pengawasan di dalam jajaran birokrasi. Perkuat transparansi publik dan libatkan publik dalam pengawasan. Gaji tinggi tak menjamin orang bisa jujur jika sejak awal mentalnya korup. sistem yang keras membatasi perilaku akan lebih ampuh untuk mengawasi mereka.

FAKTA LAIN
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, pada tahun 2011, telah menerbitkan buku Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi.

Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya anti korupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Matakuliah Anti-korupsi ini tidak berlandaskan pada salah satu perspektif keilmuan secara khusus. Berlandaskan pada fenomena permasalahan serta pendekatan budaya yang telah diuraikan diatas, matakuliah ini lebih menekankan pada pembangunan karakter anti-korupsi (anti-corruption character building) pada diri individu mahasiswa.

Dengan demikian tujuan dari matakuliah Anti-korupsi adalah membentuk kepribadian anti-korupsi pada diri pribadi mahasiswa serta membangun semangat dan kompetensinya sebagai agent of change bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang bersih dan bebas dari ancaman korupsi.

FAKTA SIMPUL
Kendati hanya atau baru 32% koruptor yang ditangkap KPK berasal dari partai politik, kita jangan melupakan fakta bahwa penyelenggara didominiasi oleh orang partai. Pesta demokrasi yang memilih secara langsung wakil rakyat, wakil daerah, kepala daerah bahkan kepala negara, negara secara tak langsung memberikan lapangan kerja selama lima tahun ke depan buat orang partai.

Kita tidak tahu batasan persentase ideal orang parpol korupsi. Apakah jika persentasenya rendah, artinya Indonesia bebas korupsi. Jangan dilihat pada jumlah pelaku dari unsur atau orang partai, tetapi kerugian negara serta dampak yang ditimbulkan. Itu saja. Agar olah kata ini tidak menjadi fitnah atau sebagai ujaran kebencian. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar