Halaman

Minggu, 04 Desember 2016

jinak-jinak demokrasi Nusantara



jinak-jinak demokrasi Nusantara



Andai penduduk Indonesia yang sudah mengantongi KTP-el atau belum karena usia, diwawancarai tenang apa itu ‘demokrasi’. Tanpa pikir panjang, tidak seperti seperti artis yang pura-pura mikir, jawabannya bisa lebih dari satu. Kalau disuruh ulang agar lebih terstruktur, jelas, agar bisa disimpulkan, malah jawabannya tak akan sama.

Rata-rata nasional, bukan hasil survei dan investigasi, bukan pula sebagai asumsi, apalagi sebagai rekayasa politik, katakanlah masih ada rakyat masuk kategori buta politik, buta ideologi, tetap tidak buta hati nurani. Rakyat sudah paham mana yang termasuk “tong kosong nyaring bunyinya”, karena tong tersebut sebagai pengganti bedug, drum, kentongan.

Adegan pola ucap dan  tingkah laku oknum pelaku, pegiat, pekerja, petugas partai, yang ditayang ulang di berbagi media massa berbayar, menjadikan rakyat mudah menentukan pemahaman.

Jangan lupa kawan, Trump effect, yang mana, bilamana, dimana orang Amerika ini dengan minim pengelaman politik, kelompok usia setengah baya, namun uang kuasa, bisa terpilih menjadi presiden di negaranya. Kondisi semakin menginspirasi pejuang politik Nusantara, khususnya yang lolos dan lulus dari kawah Candradimuka Orde Baru.

Korban utama akibat petualang politik adalah jajaran birokrasi atau kantornya pembantu presiden, yang bernomenklatur kementerian. Banyaknya relawan yang antri, tak ayal ditetapkan berbagai komisi denga tugas dan fungsi sebagai tandingan kementerian.

Kendati di periode 2014-2019 lembaga negara yang berifat duplilasi, sudah dieliminer, dilebur ke induk semula. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar