sambut
DPR baru sebagai ormas
Niat, itikad, hasrat berdasarkan hati nurani pemerintah
bakal merevisi UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau ormas, patut
disambut dengan perasaan legowo. Secara formal, dalih pemerintah adalah untuk mengantisipasi
adanya ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila. Revisi ini pun diklaim
tidak ada kaitannya dengan aksi damai bela Islam II, 4 November 2016. Sama
sekali tidak berhubungan dengan kasus penistaan agama oleh oknum penyelenggara
negara yang membuat timbulnya Aksi Belas Islam sampai berlanjut.
Kapolri dengan ringan mulut mengatakan akan adanya makar.
Belakangan omongan ini direvisi dengan menyebut yang disasar makar adalah
kelompok pendompleng aksi damai bela Islam.
Revisi UU 17/2013 tersebut untuk mengantisipasi adanya
ormas yang kerap berbuat keonaran dan juga yang bertentangan Pancasila. Sejalan
dengan revisi dan makar versi Kapolri, di pihak tertentu ada yang memanfaatkan
situasi.
Katakan sejujurnya, presiden merasa tidak nyaman kalau
Ketua DPR adalah bukan konco dewe. Oknum Ketua DPR disinyalir
akrab dengan salah satu ormas penggerak aksi damai bela Islam. Secara politis,
Jokowi kurang nyamam melakukan komunikasi, koordinasi dan kendali dengan dengan
Kang Akom.
Adalah, Setnov, karena kasus ‘papa minta saham’ terpaksa
secara kode etik politik, lengser
keprabon dari jabatan Ketua DPR 2014-2019. Karena politik bukan fungsi moral,
politik adalah cara sah, legal, yuridis formal, konstitusional, dalam rangka
mewujudkan trilogi politik : merebut kekuasaan, mempertahankan kekuasaan dan
atau merebut kembali kekuasaan. Gebrakan Setnov jadi Ketua DPR lagi semakin
mengkukuhkan makar konstitusional menjadi sah, legal dan tidak dapat diganggu
gugat oleh hukum. Serta tidak bertentangan dengan Pancasila. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar