Halaman

Kamis, 01 Desember 2016

sambut DPR baru sebagai ormas



sambut DPR baru sebagai ormas

Niat, itikad, hasrat berdasarkan hati nurani pemerintah bakal merevisi UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau ormas, patut disambut dengan perasaan legowo. Secara formal, dalih pemerintah adalah untuk mengantisipasi adanya ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila. Revisi ini pun diklaim tidak ada kaitannya dengan aksi damai bela Islam II, 4 November 2016. Sama sekali tidak berhubungan dengan kasus penistaan agama oleh oknum penyelenggara negara yang membuat timbulnya Aksi Belas Islam sampai berlanjut.

Kapolri dengan ringan mulut mengatakan akan adanya makar. Belakangan omongan ini direvisi dengan menyebut yang disasar makar adalah kelompok pendompleng aksi damai bela Islam.

Revisi UU 17/2013 tersebut untuk mengantisipasi adanya ormas yang kerap berbuat keonaran dan juga yang bertentangan Pancasila. Sejalan dengan revisi dan makar versi Kapolri, di pihak tertentu ada yang memanfaatkan situasi.

Katakan sejujurnya, presiden merasa tidak nyaman kalau Ketua DPR  adalah bukan konco dewe. Oknum Ketua DPR disinyalir akrab dengan salah satu ormas penggerak aksi damai bela Islam. Secara politis, Jokowi kurang nyamam melakukan komunikasi, koordinasi dan kendali dengan dengan Kang Akom.

Adalah, Setnov, karena kasus ‘papa minta saham’ terpaksa secara kode etik politik, lengser keprabon dari jabatan Ketua DPR 2014-2019. Karena politik bukan fungsi moral, politik adalah cara sah, legal, yuridis formal, konstitusional, dalam rangka mewujudkan trilogi politik : merebut kekuasaan, mempertahankan kekuasaan dan atau merebut kembali kekuasaan. Gebrakan Setnov jadi Ketua DPR lagi semakin mengkukuhkan makar konstitusional menjadi sah, legal dan tidak dapat diganggu gugat oleh hukum. Serta tidak bertentangan dengan Pancasila. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar