Halaman

Sabtu, 17 Desember 2016

Bermain Uang, Korupsi



Bermain Uang, Korupsi

Mulai dari penyusunan anggaran, untuk APBN merupakan fungsi anggaran DPR, sudah rawan tindak pidana korupsi. DPR lewat Komisi-nya melakukan kompromi dengan Kementerian/Lembaga, sehingga detail anggaran lebih mudah untuk “sinkronisasi” dengan Banggar.

Istilah mafia anggaran, makelar atau calo anggaran, menjadi lazim di sistem pengganggaran, baik APBN mapun APBD. Terjadi praktik korupsi secara konstitusional. Karena melahirkan korupsi transaksional. Pertama, tawaran mempercepat proses pengisian DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran). Kedua, tambahan anggaran yang melebihi usul kementerian atau lembaga.

Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, modus operandi mafia anggaran lain ceritanya. Akibat tidak berfungsinya proses check and balance pada saat penyusunan APBD, yaitu untuk mengukur akurasi alokasi anggaran dengan kebutuhan daerah, maka muncullah adagium  “Memancing Uang dengan Uang”.

Sejarah berulang, dalam menentukan besaran anggaran untuk daerah, ada proses jual beli alokasi. Kompromi untuk menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak dan saling menuntungkan. Lagu lama, ketika daerah mengusulkan rencana anggaran, agar berjalan sukses harus disertai dengan fee atau mahar anggaran kepada  beberapa (aktor) mafia anggaran.

Mungkin, sejauh ini KPK tidak bisa melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi anggaran pada saat tahap penyusunan. Bukan kebetulan jika KPK berhasil melakukan OTT terhadap oknum anggota DPR yang minta jatah proyek atau paket pekerjaan ke kementerian.

Dengan berlakunya DIPA, masih akan terjadi korupsi secara legal, demi kepentingan bersama antar pihak. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement) masih bisa ditembus, dicari celah lemah, dengan berbagai cara dan akal.

Penyelenggara negara dengan jabatan dan kewenangannya, duduk diam, duduk manis, rupiah akan datang menghampiri. Sifat manusia menjadikannya aktif menyemput ke sumber kucuran uang. Tidak salah, karena terkadang pejabat harus berjuang di luar kewajiban, di luar jadwal pangilan tugas. Pejabat harus jeli mengendalikan tugas dan fungsinya, terlebih ketika harus berurusan dengan pihak yang seolah menentukan nasib kementerian. Kebijakan politik, bahkan pelaku politik yang bermain langsung dengan uang di kementerian, menjadikan korupsi sebagai lagu wajib, syarat utama sukses karir, atau minimal agar jabatan atau kursi kekuasaan tak tergusur sebelum jatuh tempo. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar