Bermain Uang, Korupsi
Mulai dari
penyusunan anggaran, untuk APBN merupakan fungsi anggaran DPR, sudah rawan
tindak pidana korupsi. DPR lewat Komisi-nya melakukan kompromi dengan
Kementerian/Lembaga, sehingga detail anggaran lebih mudah untuk “sinkronisasi”
dengan Banggar.
Istilah
mafia anggaran, makelar atau calo anggaran, menjadi lazim di sistem pengganggaran,
baik APBN mapun APBD. Terjadi praktik korupsi secara konstitusional. Karena melahirkan
korupsi transaksional. Pertama,
tawaran mempercepat proses pengisian DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran). Kedua,
tambahan anggaran yang melebihi usul kementerian atau lembaga.
Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, modus operandi
mafia anggaran lain ceritanya. Akibat tidak berfungsinya proses check and
balance pada saat penyusunan APBD, yaitu untuk mengukur akurasi alokasi
anggaran dengan kebutuhan daerah, maka muncullah adagium “Memancing Uang dengan Uang”.
Sejarah berulang, dalam menentukan besaran anggaran
untuk daerah, ada proses jual beli alokasi. Kompromi untuk menghasilkan
kesepakatan kedua belah pihak dan saling menuntungkan. Lagu lama, ketika daerah
mengusulkan rencana anggaran, agar berjalan sukses harus disertai dengan fee
atau mahar anggaran kepada beberapa (aktor) mafia anggaran.
Mungkin, sejauh ini KPK tidak bisa melakukan Operasi Tangkap
Tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi anggaran pada saat tahap penyusunan. Bukan
kebetulan jika KPK berhasil melakukan OTT terhadap oknum anggota DPR yang minta
jatah proyek atau paket pekerjaan ke kementerian.
Dengan berlakunya DIPA, masih akan terjadi korupsi
secara legal, demi kepentingan bersama antar pihak. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa
pemerintah secara elektronik (e-procurement)
masih bisa ditembus, dicari celah lemah, dengan berbagai cara dan akal.
Penyelenggara negara dengan jabatan dan kewenangannya,
duduk diam, duduk manis, rupiah akan datang menghampiri. Sifat manusia
menjadikannya aktif menyemput ke sumber kucuran uang. Tidak salah, karena
terkadang pejabat harus berjuang di luar kewajiban, di luar jadwal pangilan
tugas. Pejabat harus jeli mengendalikan tugas dan fungsinya, terlebih ketika
harus berurusan dengan pihak yang seolah menentukan nasib kementerian. Kebijakan
politik, bahkan pelaku politik yang bermain langsung dengan uang di
kementerian, menjadikan korupsi sebagai lagu wajib, syarat utama sukses karir,
atau minimal agar jabatan atau kursi kekuasaan tak tergusur sebelum jatuh
tempo. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar