jangankan tepuk tangan, senyum pun
'kutak punya
Kendati sejarah milik
penguasa, lazim didominasi fakta yang baik-baik saja plus berbagai kejadian yang
benar dan betul. Sewaktu kita sekarang ini sedang mengalami masa penguasa
periode 2014-2019, mana saja, apa saja yang layak, patut, senonoh ditayangkan,
disajikan. Mana yang diterakan dengan tinta emas, serta mana yang masuk
kategori sejarah yang digores dengan tinta hitam.
Tim pencari fakta, tim
perumus berbagai kejadian perkara, tim survei pendukung kinerja pemerintah, mau
tak mau mereka akan perang batin. Sebagai anak bangsa yang masih makan nasi,
mata batin, kata hati sudah bisa membedakan mana emas, mana loyang. Mana yang
orisinal, mana yang imitasi. Mana yang karbitan, mana yang sejati.
Keculai kalau yang masuk
penyusun sejarah terdampak aliran rajatéga, mégatéga. Mosok zaman sekarang masih ada faham ABS (asal bapak
senang). Yang jelas, orientasi perjuangan, pengabdian kawanan parpolis, mantan
militer adalah meraih, meraup berkah berhala reformasi 3K (kuasa, kuat, kaya).
Pasca Reformasi 21 Mei
1998, sosok yang mampu tampil gemilang dalam kategori pemimpin nasional, atau
ketokohan yang nyaris paripurna – berkat jasa dan rekayasa media massa – malah menampilkan sosok
koruptor yang murah senyum. Maksud hati mau menohok sang penguasa pemerintah,
namun efek dominonya malah mengangkat derajat sang tipikor dengan tampilan
gratis, berulang, dramatis di media layar kaca. Hanya artis yang menganggap
awak media sebagai sahabat yang mampu membuat hitam putih “nasib”nya. Memanfaatkan
bencana untuk mendongkrak popularitas diri. Mengolah bencana menjadi pengorbit
nilai jualnya. Memaksakan ketenaran dengan menari di atas duka nestapa anak
bangsa.
Tidak hanya sang
koruptor menjadi warga negara terhormat. Pihak lain, penyelenggara negara yang populer
karena melawan arus, membuat keonaran dengan gaya, ucap dan tingkah lakunya – secara asas demokratis – menjadi figur atau sosok tokoh yang dicari.
Ironis memang jika
pembawa risalah kebenaran akan dilindas oleh kaki tangan penguasa yang mengatasnamakan
kepentingan bangsa dan negara. Yang penting tidak korupsi. Rakyat lupa ybs
hanya sekedar pelaksanan konspirasi internasional yang gudang uang. Mereka tidak
mencuwil APBN/APBD, sudah ada jatah dari sang majikan, atau ada dukungan dana
khusus. Mboh sopo mbah.
Jadi, ternyata saya sudah
tidak bisa tersenyum lagi menyaksikan “sejarah” di depan mata. Mau diapakan sisa
senyum kita. Wallahu a’lam bisshawab.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar