PR nyata, hidup di depan mata
kandang banteng Jawa Tengah dan kaum urban
Judul di atas
terinspirasi dengan berita :
Sebagian Besar Pekerja di Jawa
Tengah Lulusan SD
REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG Jumat, 06 Mei 2016, 16:19 WIB
-- Pekerja di Jawa Tengah masih didominasi lulusan sekolah dasar ke bawah
dengan persentase sebesar 51,97 persen.
"Kalau berbicara jangka panjang, kondisi
ketenagakerjaan di Jawa Tengah menggambarkan masih banyak pekerja lulusan SD
karena struktur penduduknya masih banyak yang lulusan ini dibandingkan dengan
lulusan perguruan tinggi maupun level pendidikan yang lain," kata Kepala
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah Margo Yuwono di Semarang, Jumat (6/5).
Jumlah tersebut banyak karena penduduk dengan latar
belakang pendidikan SD atau ke bawah cenderung tidak memilih dalam mencari
pekerjaan. Berbeda dengan lulusan perguruan tinggi yang lebih memilih pekerjaan
yang ingin digeluti. "Dengan kondisi ini berarti produktivitas pekerja
masih rendah, yang itu pasti tingkat kesejahteraan juga rendah. Efeknya, upah
akan mengikuti," katanya.
Margo mengatakan, kebanyakan para pekerja dengan
lulusan SD ini bekerja di sektor informal. Biasanya, pekerjaan di sektor formal
tidak dapat menyerap mereka, selanjutnya mereka hanya akan bekerja di sektor
informal, salah satunya usaha kecil dan menengah (UKM). "Dampaknya, hasil
kerja mereka akan berpengaruh terhadap rendahnya daya saing. Oleh karena itu,
Pemerintah perlu melakukan sejumlah upaya, salah satunya program
kemitraan," katanya.
Soal kerja sama kemitraan, salah satu yang bisa
dilakukan adalah program kemitraan antar-usaha skala besar dengan mikro.
"Tujuannya adalah sektor usaha ini bisa tumbuh bersama-sama. Salah satu
teknisnya adalah sebagian pekerjaan dikerjakan bersama antara perusahaan besar
dengan kecil. Dengan begitu mereka akan tumbuh bersama," katanya.
Sebelumnya, BPS merilis, hingga bulan Februari 2016
jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Tengah sebesar 17,16 juta orang. Jumlah
tersebut bertambah sekitar 727 ribu orang dibandingkan dengan keadaan pada
Agustus 2015 dan berkurang sekitar 160 ribu orang dibandingkan pada Februari.
Sumber : Antara
Artinya . . . .
Jangan diartikan, bukan artinya
terjadinya pembiaran secara sistematis dengan tujuan politis. Penduduk Jawa
Tengah ada yang dikenal dengan sebutan rakyat Marhaen, secara historis dikenal
sebagai pengikut fanatik PNI Sukarno secara turun-temurun. Masyarakat pedalaman
dan pesisir pantura. Masyarakat panturan didominasi kaum urban (bersarung dan
bersorban) atau warga NU. Gubernur Jateng dari unsur PDIP, bukan jaminan
keterpilihanya karena kadar serudak-seruduk ala banteng. Bukan cerminan produk
unggulan partai. Tim sukses dari unsur berbasis cerdas politik menjadikan calon
pemilih melek politik.
Sikap rendah hati rakyat justru bisa
memposisikan dirinya dalam melihat sesuatu, seseorang, dalam menyikapi keadaan
dengan falsafah Jawa : ‘becik ketitik, ala ketara’.
Jika wajib belajar 9 (sembilan)
tahun diterapkan di provinsi Jawa Tengah, ternyata masih terasa
ketertinggalannya. Kadar sebagai wong cilik, rakyat sandal jepit jangan
diterjemahkan ‘cilik dalam pendidikan formal’!
Andai Bung Karno melihat fakta
ini, alm biasa saja, tidak saja. Yang alm sedihkan hanya satu, yaitu kenapa
anak keturunannya tidak bisa berbuat apa-apa. Malah bisanya membanggakan ajarannya.
Dengan revolusi mental diharapkan rakyat, penduduk, masyarakat, warga negara
Jateng, sabar dalam antrian pendidikan formal. Tunggu nanti kalau sudah ada
rakyat Jateng jadi kepala negara. Atau berharap gubernur Jateng naik peringkat
jadi kepala negara. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar