Indonesia bangun, bangkit dari buaian, bualan revolusi
moral politik
Konon, kata ki
Dalang Notoboto, Indonesia sedang dilanda demam politik yang menerus. Oknum
ketua umum sampai derajat ‘demam panas’, yaitu kata KBBI adalah penyakit demam yang
menyebabkan penderitanya berubah atau kurang, hilang ingatan politiknya, karena
panasnya yang meninggi. Pekerja politik yang telalu lama duduk manis dibangku
cadangan, terpaksa menerima ‘demam panggung’
yaitu perasaan tidak tenang (gugup) pada waktu berada di atas panggung (pentas)
politik. Sisanya, terpaksa pilih ‘demam
puyuh’
yaitu demam pura-pura saja agar dikira sibuk diri. Ironisnya, tidak ada yang terindikasi
‘demam lapangan’. Akumulasi demam politik berwujud demam atau tergila-gila pada
berhala Reformasi 3K (Kaya, Kuasa, Kuat).
Konon, obat kuat politik yang dijajakan gratis di
jalanan sampai istana negara, ternyata menggunakan bahan baku yang sudah
kedaluwarsa. Bahan baku apkiran yang tidak layak dikonsumsi. Tukang ramu,
racik, rakit hanya mengandalkan daya endus citra rasa, pengharu-rasa dan citra
diri. Penasihat spiritualnya cuma bermodal tampang berdaya hiba-hiba, yang
ternyata menjebakkan diri sebagai tukang jual VCD porno bajakan. Dimulai dari
jual jasa sebagai juru bebas pembajakan Pilipina. Namanya politik. Selain
menawarrasakan gejolak bangsa, tersedia alternatif obat kuat politik, bisa
dioleskan langsung, yang akan merangsang daya akal, daya logika, dan daya nalar
politik.
Konon, musuh bersama bangsa, bahkan selalu bermunculan
dalam selimut, dalam lipatan, tetap tidak menjadikan bangsa ini bersatu padu,
bahu-membahu. Partai penguasa lebih gemar mengincar kelengahan, kelemahan lawan
politik. Koalisi partai politik semakin membuktikan, ternyata tanpa obat kuat politik,
tetap menampilkan badut politik dan serigala politik. Penyakit lama politik
Nusantara, malah semakin kebal dengan berbagai jenis obat. Moral politik yang
disandang hidup-hidup pekerja politik, malah melegalkan, menghalalkan,
mengkonstutisionalkan berbagai modus operandi. Indonesia surplus pilot, semua
pihak ingin pegang kontrol, komando, kendali Nusantara. Komoditas politik
santun semakin langka. Politik berbasis moral hanya di atas kertas, tersurat
sebagaI AD dan ART partai politik. Antara parpol jebolan Orde Baru dengan
parpol dadakan, parpol muncul khusus peserta pesta demokrasi, nyaris tidak ada
perbedaan.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar