mental pe-revolusi
mental, kalah garang vs menang garing
Jika presiden RI ke-4, Gus Dur, menyebut anggota DPR sebagai anak TK,
bukan sekedar asbun. Kata hati yang membisikannya. Bayangkan wakil rakyat
Nusantara yang bermarkas di Senayan, yang nota bene menguasai hajat hidup
rakyat, dianggap anak TK. Entah PAUD belum tenar saat itu.
Total kopral, kalau ditarik kebelakang, dihitung mundur, memang untuk
main politik tidak perlu otak cerdas. Cukup di atas rata-rata. Yang penting bisa
main di pentas, panggung, industri, syahwat politik, dengan peran apa saja.
Semua watak manusia bisa tersedia. Kalau masih kurang yakin, bisa memerankan
watak diri sendiri. Peran pria tak kurang, peran perempuan cukup banyak.
Praktiknya, akhirnya para kawanan parpolis yang sedang kontrak politik
lima tahunan, di pusat maupun di provinsi, di kabupaten/kota, tanpa topeng pun,
dengan bangga menampilkan watak aselinya. Semua warna yang melambangkan watak
manusia, ada pemakainya. Kepala negara sampai kepala daerah, semua wakil rakyat
sibuk memerankan dirinya sendiri.
Berbagai adegan, atraksi, acara di babak 2014-2019, ternyata jika
dibandingkan, disandingkan, ditandingkan dengan dua periode sebelumnya,
2004-2009 dan 2009-2014, semakin membuktikan anak wayang yang duduk manis di
bangku cadangan selama satu dekade, yang tampak garang merasa dicurangi oleh
calon presiden negara tetangga, begitu berkesempatan tampil di periode
2014-2019 malah tampak garing.[HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar