dilema daya dongkrak golkar, citra ketum vs citra partai
Tak perlu diperdebatkan,
fakta sejarah bahwa Golkar identik dengan dosa politik Orde Baru. Masuk babakan
Refromasi, Golkar menyesuaikan diri menjadi partai politik. Selama Orba, Golkar
menjadi pabrik menteri, tukang cetak gubernur, pemasok jabatan bupati/walikota
sampai jabatan strategis, komersial, basah dan menjanjikan. Sekber Golkar sejak
diresmikan keberadaannya 20 Oktober 1964, di zaman Orde Lama, sampai sekarang
telah mengalami penyesuaian diri dengan lingkungan menjadi Partai Golongan
Karya (PG), tetap memakai lambang pohon Beringin.
Hebatnya PG, di era
Reformasi malah bisa mencetak parpol baru. Parpol sempalan Golkar ada yang tentunya
mampu melahirkan ketua umum, bahkan ada yang berhasil menjabat jabatan
presiden. Secara karir politik, ada yang melaju jadi wakil presiden. Tak perlu
diuraikan, sudah jadi rahasia umum sampai periode pemerintah 2014-2019.
Pembuktian sejarah
mendatang, setelah PG punya ketua umum baru, pasca konflik internal, sebagai
bukti memang PG wadah petualang politik, mengakomodir pelaku, pemain, pekerja
poliktik semua aliran karakter. Rekam jejak ketua umum periode baru ini, justru
sebagai nilai jual oknum ybs. Ingatan rakyat tentang sepak terjangnya, tidak
bisa begitu saja dilupakan. Atau dilupakan dengan cepat, karena di Nusantara,
memang banyak pegiat politik yang lebih “aneh tapi nyata”.
Pengamat politik
hanya melihat bagaimana PG berbaur dengan pemerintah Jokowi-JK. Apakah parlemen
akan terkontaminasi. Bagaimana nasib koalisi yang tersisa. Menghadapi pesta
demokrasi 2019, justru menjadi incaran utama PG tak diendus oleh pengamat
politik. Bagaiman nasib pendukung dua kubu yang bikin kisruh internal PG, kita
tunggu. Tepatnya bagaimana strukur organisasi PG, sebagai gambara nyata, apakah
PG mengalami beban moral dari oknum Ketum-nya atau PG identik dengan
pemerintah. Kita tunggu. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar