Indonesia dibangun
kembali di atas puing masa depan bangsa
Semua kejadian perkara yang berbasis menu politik di Nusantara, jika diakumulasikan,
diklasifikasikan, dikategorikan dengan bahasa agama, ternyata apa yang
disinyalir telah hampir semua terjadi.
Mengkhianati kepercayaan sudah menjadi hal biasa, hal lumrah dalam
kehidupan politik. Melanggar sumpah jabatan, dipandang sebagai dinamika dan konsekuensi
logis. “Tega makan bangkai saudara sendiri” menjadi tema utama hiburan media
kaca. Obral hujatan, caci-maki, jegal-menjegal, jagal-menjagal menjadi syarat
baku agar tampak tampil sebagai pemuka sejati.
Katakanlah, apa yang tidak boleh diucapkan, dilarang untuk dilakukan, sesuai
adat, budaya, norma, budi pekerti malah ditampilkan secara transparan, nyata,
terang-benderang di depan publik.Menjadi gaya hidup, gaul, dan gengsi yang merasuki
semua lapisan masyarakat, segenap strata sosial, segala batasan usia penduduk.
Bangsa Indonesia hanya melihat berbagai peristiwa dan kejadian sebagai
sebab-akibat. Itupun dalam bingkai waktu di depan matanya. Kalkulasi politik di
atas kertas menjadikan apa yang akan dilakukannya sah, legal, konstitusional.
Bahasa politik mendominasi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Periode 2014-2019 sebagai jalan pintas ataupun jalan normal, yang mau tak mau,
bangsa ini akan terhanyut arus dan terbawa pusaran. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar