ketika tangan merangkul lawan politik
Acap diberitakan, presiden
Republik Indonesia menerima surat kepercayaan duta besar dari negara sahabat di
Istana Negara. Berita lain, acara kenegaraan dihadiri perwakilan negara-negara
sahabat.
Artinya, menjalankan
politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia mempunyai beberapa negara
sahabat. Selain ada negara sesama anggota ASEAN, yang otomatis yuridis masuk
kriteria formal negara sahabat.
Bagaimana penerapan
kata ‘sahabat’ pada praktik politik dalam negeri. Tergantung selera penguasa
atau tergantung permintaan pasar dalam negeri. Atau tergantung pihak-pihak yang
menyuarakan. Tak terkeculai kiprah cuap awak media massa, khususnya media
penyiaran televisi. Dimeriahkan urun rembug pengamat politik sampai hasil
survei lembaga survei berbayar.
Tak disangka, moral
dan mental parpol juara umum pesta demokrasi 2014, tidak menunjukkan tanda rasa
bersahabat kepada pihak peserta lainnya. Mereka merasa kemenangan yang diraih
berkat daya juang yang tak kenal lelah. Wajar, dalam menikmati kemenangan
politik, mereka mengandalkan dan mengutamakan pasal tak kenal kompromi dengan
pihak lawan. Bahkan kawan seiring yang patut dan layak dicurigai akan mbelot,
mbalelo, sikat habis sebelum tunas. Pihak relawan yang menagih janji bagi
hasil kekuasaan, yang meminta jatah balas jasa dan balas budi, tidak serta
merta dipenuhi.
Namanya politik, demi raihan sukses politik, semua
cara yang pernah ada, didaur ulang. Dikaji untuk mencari cara jitu dan mujarab
untuk diterapkan. Kalau bisa, sekali tepuk 2@3 jabatan strategis, komersial
tersapu bersih. Kalau bisa dinikmati bersama anak cucu, kerabat, dinasti, jangan
cepat-cepat dibagi. Lupa, kalau perlu dengan gaya tunduk kepala, tapi hati
mendongkol, dilakukan demi periode mendatang. Pasang muka manis, laku penuh
santun, minimal memakai watak politik yang bisa menyusaikan diri dengan
lingkungan dan siap menerkam. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar