Halaman

Kamis, 19 Mei 2016

ketika tangan merangkul lawan politik

ketika tangan merangkul lawan politik

Acap diberitakan, presiden Republik Indonesia menerima surat kepercayaan duta besar dari negara sahabat di Istana Negara. Berita lain, acara kenegaraan dihadiri perwakilan negara-negara sahabat.

Artinya, menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia mempunyai beberapa negara sahabat. Selain ada negara sesama anggota ASEAN, yang otomatis yuridis masuk kriteria formal negara sahabat.

Bagaimana penerapan kata ‘sahabat’ pada praktik politik dalam negeri. Tergantung selera penguasa atau tergantung permintaan pasar dalam negeri. Atau tergantung pihak-pihak yang menyuarakan. Tak terkeculai kiprah cuap awak media massa, khususnya media penyiaran televisi. Dimeriahkan urun rembug pengamat politik sampai hasil survei lembaga survei berbayar.

Tak disangka, moral dan mental parpol juara umum pesta demokrasi 2014, tidak menunjukkan tanda rasa bersahabat kepada pihak peserta lainnya. Mereka merasa kemenangan yang diraih berkat daya juang yang tak kenal lelah. Wajar, dalam menikmati kemenangan politik, mereka mengandalkan dan mengutamakan pasal tak kenal kompromi dengan pihak lawan. Bahkan kawan seiring yang patut dan layak dicurigai akan mbelot, mbalelo, sikat habis sebelum tunas. Pihak relawan yang menagih janji bagi hasil kekuasaan, yang meminta jatah balas jasa dan balas budi, tidak serta merta dipenuhi.

Namanya politik, demi raihan sukses politik, semua cara yang pernah ada, didaur ulang. Dikaji untuk mencari cara jitu dan mujarab untuk diterapkan. Kalau bisa, sekali tepuk 2@3 jabatan strategis, komersial tersapu bersih. Kalau bisa dinikmati bersama anak cucu, kerabat, dinasti, jangan cepat-cepat dibagi. Lupa, kalau perlu dengan gaya tunduk kepala, tapi hati mendongkol, dilakukan demi periode mendatang. Pasang muka manis, laku penuh santun, minimal memakai watak politik yang bisa menyusaikan diri dengan lingkungan dan siap menerkam. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar