Halaman

Rabu, 04 Mei 2016

dikotomi relawan Jokowi, bersatu gaduh vs bercerai rusuh

dikotomi relawan Jokowi, bersatu gaduh vs bercerai rusuh

Mengasuh, mendidik anak sedikit atau banyak anak, tidak ada perbedaan yang ekstrem, signifikan, mendasar. Setiap anak membawa rezekinya masing-masing. Hubungan timbal balik antara orang tua dengan anaknya, Islam sudah menegaskan dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Untuk urusan berkeluarga, ber-rumah tangga, dimanapun kita bermukim, adat, budaya, norma, budi pekerti lokal tak tinggal diam, ada seperangkat pasal yang ikut memantapkan. Berbagai pribahasa, pepatah, bahkan filosofi lokal yang menyuratkan sekaligus menyiratkan betapa makna sebuah keluarga dalam masyarakat.

Mengasuh, mendidik sebuah keluarga besar bernama bangsa, kendati sang kepala keluarga atau disebut kepala negara, walau mempunyai otoritas penuh, hak asuh dan hak didik, maupun segala bentuk hak, tidak serta merta revolusi mental berjalan dengan lancar. Musuh besar, seteru nyata, lawan di depan mata adalah jika sedang berhadap-hadapan menampakkan wajah manis, begitu balik kanan, putar haluan 180 derajat, maka si wajah manis siap mendepak. Tepatnya, akting “wajah manis” menjadi berbalik total, kontradiktif.

Begitulah dengan kisah nyata para relawan Jokowi dengan dan/atau tanpa JK. Jokowi sudah siap dengan “diwenehi ati ngrogoh rempela”. Bisa diartikan sudah diberi kursi malah minta mahkota. Minimal sebagai wujud ambisi melihat kursi tetangga, kursi sesama relawan tampak lebih tinggi, tampak lebih empuk, tampak lebih basah.

Relawan Jokowi yang bercokol di mana saja, buka praktik usaha sebagai apa saja, melakukan tindak kehidupan apa saja, seolah tak pernas terpuaskan syahwat politiknya. Yang serba mantan atau yang serba merasa ahli, malah saling incar-mengincar dalam lipatan, dalam lingkaran atau terang-terangan agar masuk media massa. Untungnya mbok de penjual jamu siap dengan ramuan “jamu kuat dan tahan lama”. [HaeN] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar