Hakim, Bermain Perkara Terperkara
Bagaimana tugas dan fungsi hakim, mengacu UU RI 48/2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, kita bisa menyimak Pasal 11 ayat (3) : “Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan
melakukan pekerjaan panitera.”
Kedudukan hakim di mata hukum, sesuai dengan Pasal 19 UU
48/2009 : “Hakim dan hakim
konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur
dalam undang-undang.”
Praktik hakim dalam memproses suatu perkara, sangat
dinamis dan kondisional. Tuntutan dan tantangan internal asas penyelengaraan
kekuasaan kehakiman, Pasal 2 ayat (4) UU 48/2009 : “Peradilan dilakukan dengan
sederhana, cepat, dan biaya ringan.”, bisa menjadi sumber perkara baru. Pasal
ini kemungkinan besar akan bertentangan dengan bobot perkara dan siapa yang berperkara
(tersangka). Sejarah membuktikan, jika terdakwa adalah rakyat biasa, maka hukum
tampak gagah perkasa dan begitu digdaya. Tanpa pandang bulu dan tanpa ampun, hakim
memproses perkara dengan cepat.
Jam terbang hakim akan menentukan mata batin dan kata
hati, sekaligus kemampuan membaca peluang untuk melakukan transaksi perkara. Hakim
terinspirasi dari ulah negara dalam melaksanakan pesta demokrasi dengan
melakukan politik transaksional. Hakim bebas berimprovisasi, menimbang untung
rugi memproses perkara. Tergantung berat ringannya bobot perkara.
Kendati Negara Negara memberikan jaminan keamanan dan
kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Dengan pengertian, jaminan
kesejahteraan meliputi gaji pokok, tunjangan, biaya dinas, dan pensiun serta
hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 48 ayat (1) UU
48/2009), tidak menjamin hakim akan tetap berada di jalan yang lurus.
Akankah hukum buatan manusia, dengan pasal-pasal dalam UU
sebagai hasil kesepakatan DPR dengan Pemerintah, yang tak lepas dari doa maupun
kutukan, berdampak pada pihak yang akan menerapkannya.
Hakim juga manusia, tak bisa lepas dari aturan
main, pesan khusus dari pihak yang menentukan nasib yudikatif.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar