Halaman

Senin, 30 Mei 2016

Hakim, Bermain Perkara Terperkara



Hakim, Bermain Perkara Terperkara

Bagaimana tugas dan fungsi hakim, mengacu UU RI 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kita bisa menyimak Pasal 11 ayat (3) : “Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.”

Kedudukan hakim di mata hukum, sesuai dengan Pasal 19 UU 48/2009 : “Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.

Praktik hakim dalam memproses suatu perkara, sangat dinamis dan kondisional. Tuntutan dan tantangan internal asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, Pasal 2 ayat (4) UU 48/2009 : “Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.”, bisa menjadi sumber perkara baru. Pasal ini kemungkinan besar akan bertentangan dengan bobot perkara dan siapa yang berperkara (tersangka). Sejarah membuktikan, jika terdakwa adalah rakyat biasa, maka hukum tampak gagah perkasa dan begitu digdaya. Tanpa pandang bulu dan tanpa ampun, hakim memproses perkara dengan cepat.

Jam terbang hakim akan menentukan mata batin dan kata hati, sekaligus kemampuan membaca peluang untuk melakukan transaksi perkara. Hakim terinspirasi dari ulah negara dalam melaksanakan pesta demokrasi dengan melakukan politik transaksional. Hakim bebas berimprovisasi, menimbang untung rugi memproses perkara. Tergantung berat ringannya bobot perkara.

Kendati Negara Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Dengan pengertian, jaminan kesejahteraan meliputi gaji pokok, tunjangan, biaya dinas, dan pensiun serta hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 48 ayat (1) UU 48/2009), tidak menjamin hakim akan tetap berada di jalan yang lurus.

Akankah hukum buatan manusia, dengan pasal-pasal dalam UU sebagai hasil kesepakatan DPR dengan Pemerintah, yang tak lepas dari doa maupun kutukan, berdampak pada pihak yang akan menerapkannya.

Hakim juga manusia, tak bisa lepas dari aturan main, pesan khusus dari pihak yang menentukan nasib yudikatif.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar