jangan kau
rampas dan nodai jiwa ideologi rakyat
Menyimak Kamus Bahasa Indonesia, Pusat
Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008, akan kita temui lema : ideologi
/idéologi/ n 1 sekumpulan konsep bersistem; 2 cara
berpikir seseorang atau suatu golongan manusia; 3 paham, teori, dan
tujuan yg berpadu merupakan satu program sosial politik; berideologi v
mempunyai (mengandung) ideologi: bangsa Indonesia yg – Pancasila.
Konon, dalam praktiknya, ideologi dianggap
sebagai berpolitik. Minimal sebagai anggota suatu partai politik yang
benderanya terpampang di pinggir jalan. Kumpul dengan sesama anggota partai,
entah apa tingkatannya. Mulai tak sengaja nongkrong dan nangkring bareng di pos
ronda, atau tempat kumpul bapak-bapak tingkat RT, sok bicara soal politik.
Konon, kegiatan berideologi atau berpolitik
ala rakyat, tidak bisa diformulasikan secara akademis. Namanya kumpul yang
sudah jadi ciri masyarakat. Masyarakat guyub, apakah sekedar pengisi waktu,
menjaga kekerabatan atau bentuk silaturahim lainnya. “Mangan ora mangan,
sing penting kumpul” menjadi semboyan utama warga negara papan bawah.
Sampai mungkin sesuai pribahasa “ada gula, ada semut”. Usaha produktif keluarga
atau usaha sampingan ibu rumah tangga, bisa memperkerjakan tetangga yang
sama-sama bermasalahan dalam kesejahteraan. Menarik minat tukang parkir, atau
mengundang tamu tak diundang (tukang palak).
Konon, perjalanan politik d masyarakat, tidak
terpengaruh parpol mana yang sedang berkuasa, tokoh siapa yang sedang “kemaruk”.
Menu politik mereka tak jauh dari tahu dan tempe. Sambal merah, sambal hijau
atau rawit sebagai penggugah selera. Akal dan logika politik rakyat sangat
sederhana. Melihat semua kejadian akibat ulah manusia. Tak ada strata dalam
pergaulan di masyarakat, sesmua mempunyai hak dan kewajiban yang tak jauh beda.
Penghormatan hanya atas beda usia. Walau yang jauh lebih tua, bisa lebur dengan
sesama tetangga yang seusia anaknya.
Konon, keserakahan, ketamakkan politik yang
dipertontonkan di media massa, khususnya media penyiaran televisi, no
problem. Rakyat mayoritas bangsa Indonesia adalah makhluk yang serba tahu
akan dirnya sendiri. Melihat pembesar daerah, terlebih pejabat negara, berulah
diluar nalar mereka, mereka hanya mengusap dada dan beristighfar.
Konon, rakyat sudah mulai susah membedakan
mana koruptor atau penjahat berdasi dengan penyelenggara negara lainnya.
Tersangka koruptor tidak dari rakyat biasa. Minimal mereka punya jabatan
bergengsi. Sebagai penggerak organisasi, atau pengusaha, atau apapun jabatan
rangkap yang rakyat tak faham. Tak masuk dalam otak rakyat. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar